JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Perseroda, menegaskan, 26 kafe liar di Kampung Bayam, RW 08, Papanggo, Jakarta Utara, yang dibongkar paksa Satpol PP DKI Jakarta, tidak masuk dalam kategori penerima Resettlement Action Plan (RAP) atau kompensasi.
Sebanyak 26 kafe liar tersebut dibongkar pada Selasa (25/8/2021), dampak dari pembangunan Jakarta International Stadium (JIS).
Kepala Divisi Sekretaris Perusahan, Nadia Diposanjoyo menegaskan, bila 26 kafe tersebut diberikan ganti untung, justru Jakpro yang melanggar Undang-undang (UU).
"Sebab, praktek usahanya ilegal serta tergolong bidang usaha yang dilarang oleh Pemerintah karena terindikasi oleh aparatur kewilayahan setempat kafe-kafe tersebut menjual minuman keras (miras) hingga adanya praktek prostitusi," kata Nadia dalam keterangannya, Jumat (27/8/2021).
Tidak diberikannya uang ganti untung terhadap 26 kafe tersebut, juga berdasarkan hasil studi PT Deira Sygisindo dan KJPP Anas Karim Rivai dan masukan dari aparatur kewilayahan, terutama pihak Kelurahan dan Kecamatan.
"Berdasarkan hasil studi PT Deira Sygisindo dan KJPP Anas Karim Rivai dan rekan menyimpulkan bahwa 26 kafe yang berada di Kampung Bayam tidak dapat dikategorikan sebagai penerima program RAP," terangnya.
Dikatakan, sesuai dengan arahan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan bahwa dalam proses pembangunan JIS tidak boleh ada kerugian warga.
Untuk itu, dalam pembangunan stadion berstandar FIFA tersebut, Jakpro mengedepankan dialog serta bermusyawarah dengan Kepala Keluarga (KK) yang merupakan warga Kampung Bayam.
Saat ini seluruh KK yang terdata sebagai warga Kampung Bayam telah menerima uang ganti untung sesuai dengan luas lahan dan besarnya bangunan.
"Sedangkan, para pemilik kafe bukan bagian dari komunitas warga Kampung Bayam," pungkasnya.
Sementara, Udin (56) salah satu pemilik kafe yang dibongkar menegaskan, selama uang ganti rugi bangunan yang telah dijanjikan belum cair, ia dan puluhan pemilik kafe lainnya akan tetap bertahan di lokasi.
"Ya namanya kita ada nominalnya kita ini, yang kita tunggu. Kalau nominalnya kita ini, kita udah hengkang," ucap Udin.
Dirinya menyesalkan, sebelum dilakukan pembongkaran bangunan kafe, tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu oleh Satpol PP ataupun pihak terkait lainnya.
"Nggak ada, nggak ada sama sekali, Surat Peringatan (SP) 1, SP 2 nggak ada yang turun, sama sekali nggak ada," ujar Udin dengan penuh emosi.
Udin yang memiliki tiga orang anak pun, menunjukan kertas berisi daftar kafe dan jumlah nominal ganti rugi bangunan yang menurutnya dikeluarkan oleh PT Jakpro sejak tahun 2020 lalu bebarengan dengan warga Kampung Bayam.
Dalam daftar tersebut, ada 26 kafe yang telah didata dan tertulis nominal uang ganti rugi bangunan.
Nominalnya pun beragam, berdasarkan luas lahan dan bangunan.
"Macam-macam sih (nominal ganti rugi), kita Rp47 juta," terang Udin.
Udin mempertanyakan sikap Jakpro.
Bila Jakpro tak pernah menjanjikan ganti untung terhadap pemilik bangunan kafe, terus dari mana kertas berisi daftar 26 kafe dan besaran ganti untung tersebut ia dapat.
Udin mengatakan, dalam kertas tersebut dengan jelas tertulis yang menerbitkan adalah PT Jakpro.
"Terus kalau Jakpro nggak merasa menjanjikan ganti rugi, terus darimana kita dapat data ini. Kita nggak mungkin bikin sendiri, nggak ngerti yang gini-ginian," pungkasnya.
Udin bersama puluhan pemilik kafe lainnya, hanya ingin diperlakukan dan dihargai sebagai manusia.
"Kita juga manusia, orang kecil. Jangan mentang-mentang mereka orang besar memperlakukan kita begini," pungkasnya. (yono)