JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Aktivis HAM dan Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi meminta Komnas HAM tidak terpancing genderang yang ditabuh 61 pegawai KPK tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dengan memanggil pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Pemanggilan yang dilakukan Komnas HAM terhadap pimpinan KPK dan BKN bukan saja tidak tepat, tetapi juga mengada-ada karena seperti hanya terpancing irama genderang yang ditabuh 51 pegawai KPK yang tidak lulus TWK," katanya di Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Dia mengatakan TWK yang diselenggarakan KPK melalui vendor BKN dan beberapa instansi profesional lainnya adalah semata urusan administrasi negara yang masuk dalam lingkup hukum tata negara (HTN).
"Dan hal ini merupakan perintah undang - undang dalam rangka alih tugas pegawai KPK menjadi ASN. Jika ada penilaian miring atas hasil TWK ini mestinya diselesaikan melalui hukum administrasi negara, bukan wilayah hukum HAM," papar Hendardi.
Apalagi, menurut dia, pemanggilan Komnas HAM terhadap pimpinan KPK dan BKN ingin mengesankan seolah ada aspek pelanggaran HAM yang terjadi. Semestinya Komnas HAM meneliti dan menjelaskan dahulu ruang lingkup dan materi dimana ada dugaan pelanggaran HAM yg terjadi sebelum memanggil pimpinan KPK dan BKN.
Analoginya, jika misalkan ada mekanisme seleksi untuk pegawai Komnas HAM dan kemudian ada sebagian kecil yang tidak lulus apakah mereka bisa otomatis mengadu ke Komnas HAM dan langsung diterima dengan mengkategorisasi sebagai pelanggaran HAM?.
"Dalam setiap pengaduan ke Komnas HAM diperlukan mekanisme penyaringan masalah dan prioritas yang memang benar-benar memiliki aspek pelanggaran HAM, agar Komnas HAM tidak dapat dengan mudah digunakan sebagai alat siapapun dengan interes apapun," tegas Hendardi.
Ia menambahkan Komnas HAM harus tetap dijaga dari mandat utamanya sesuai UU untuk mengutamakan menyelesaikan dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat (gross violation of Human Rights).
Hendardi mengakui dalam konteks seleksi ASN memang bisa saja pelanggaran terjadi misalnya seseorang tidak diluluskan (dicurangi/diskriminasi) atau karena tidak dipenuhi hak-haknya ketika diberhentikan dari pekerjaannya (pelanggaran HAM).
Tapi tentu harus dibuktikan dengan data yang valid. Sudah waktunya polemik dan manuver politik pihak yg tidak lulus TWK ini dihentikan karena tidak produktif dan tersedia mekanisme hukum PTUN untuk memperjuangkan aspirasi mereka. (johara/tha)