Oleh: Ilham Tanjung, Wartawan Poskota
TAK terasa kita sudah di penghujung bulan suci Ramadan 1442 H, bulan penuh berkah dan ampunan bagi umat muslim.
Ibadah puasa yang kita jalani selama satu bulan penuh menahan segala macam hawa nafsu, mudah-mudahan diterima Allah SWT.
Meski saat ini masih suasana pandemi Covid-19 ajakan pemerintah untuk tidak mudik harus diterima dengan ikhlas dan lapang dada.
Menahan diri untuk tidak mudik merupakan salah satu wujud ibadah menahan hawa nafsu yang kita lakukan di bulan Ramadan.
Dan ajakan yang didengungkan pemerintah tersebut tidak hanya bermanfaat bagi diri kita ditengah pandemi, tapi juga keluarga dan orang lain.
Seperti diceritakan Kapolda Metro Jaya Irjen M. Fadil Imran yang merasakan kehilangan Ibunda tercintanya akibat virus corona. Ia melihat terdampak virus corona lebih menyakitkan ketimbang harus melihat keluarga dan kampung halaman.
Sayangi diri, sayangi keluarga tetap bersabar memohon pada Allah SWT. Semoga pandemi covid-19 cepat berlalu.
Tidak mudik bukan berarti tidak bisa bersilaturahmi. Masih banyak sarana dan media yang bisa digunakan sehingga nuansa lebaran untuk saling memaafkan tetap dapat dilaksanakan.
“Dengan adanya larangan mudik bukan berarti pemerintah tidak sayang dengan kita, justru sebenarnya pemerintah sayang dan cinta kepada kita semua, supaya kita tidak jatuh sakit.
Saya meminta untuk tetap disiplin menjaga protokol kesehatan (prokes). Karena disiplin prokes sebagai salah satu vaksin virus corona,” kata Fadil.
Di tengah suasana pandemi seharusnya masyarakat bisa lebih khusyuk beribadah apalagi di akhir Ramadan ini, dimana kesempatan kita untuk berlomba-lomba berbuat amal kebaikan.
Hingga akhirnya di hari penuh kemenangan, kita akan kembali suci dan terhapus dari semua dosa.
Namun, beberapa umat merasa kehilangan ditinggal bulan dengan ladang pahala melimpah ini. Rasulullah SAW menyambut penghujung bulan Ramadan dengan mengucapkan syukur dan pengharapan kepada Allah SWT untuk dapat berjumpa kembali dengan bulan penuh pengampunan pada tahun berikutnya.
Nabi Muhammad mengajarkan umat Islam menyikapi penutup Ramadan dengan berdoa kepada Allah SWT sesuai hadis diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, yang artinya : “Ya Allah, janganlah Kau jadikan bulan Ramadan ini sebagai bulan Ramadan terakhir dalam hidupku.
Jika engkau menjadikannya sebagai Ramadan terakhirku, maka jadikan lah aku sebagai orang yang Engkau sayangi.”
Doa ini dibaca seiring dengan lantunan gema takbir menyambut hari kemenangan Idul Fitri. Pada penghujung Ramadan, doa tersebut menjadi wujud pengharapan umat dalam mengharap ampunan dan juga keridhoan Allah SWT, agar diberikan umur panjang dan dapat berjumpa lagi dengan bulan Ramadan mendatang.
Mari kita sambut hari kemenangan sesuai perintah agama dengan penuh berkah dan gembira sambil bermaafan, karena bergembira salah satu cara meningkatkan imunitas tubuh dan tentunya tetap menjaga prokes. Menyambut kegembiraan itu, seperti dendang lagu Ismail Marzuki tahun 1950.
“Setelah berpuasa satu bulan lamanya. Berzakat fitrah menurut perintah agama. Kini kita beridul fitri berbahagia. Mari kita berlebaran bersuka gembira. Berjabatan tangan sambil bermaaf-maafan. Hilang dendam habis marah di hari lebaran. Minal aidin wal faidzin. Maafkan lahir dan batin”. (**)