Perilaku Kekerasan Remaja

Kamis 20 Mei 2021, 06:00 WIB
Aksi tawuran di Jalan Utan Panjang III RT 05 RW 07, Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat. (foto: ist)

Aksi tawuran di Jalan Utan Panjang III RT 05 RW 07, Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat. (foto: ist)

Oleh: Irdawati, Wartawan Poskota

TAWURAN antar-remaja seperti sudah dianggap lumrah. Bukan hanya di Jakarta, aksi kekerasan yang melibatkan remaja juga kerap terjadi di kota penyangga seperti Tangerang, Bekasi dan Depok.

Remaja belasan tahun menenteng senjata tajam, kayu maupun batu ‘perang’ lawan kelompok remaja lainnya yang juga berbekal senjata.

Rabu dinihari (19/4/2021) tawuran kembali terjadi antara kelompok remaja di Jalan Utang Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat. Yang membuat miris, seorang pedagang pecel lele yang bermaksud melerai pertikaian, justru kehilangan nyawa ditebas senjata tajam.

Bagi gerombolan yang kerap membuat keonaran, nyawa manusia seperti tidak ada harganya. Perilaku sadis seperti dianggap biasa. 

Aksi kekerasan di kalangan remaja, khususnya pelajar sampai kini belum bisa dihentikan. Meski para pelaku yang terlibat diseret ke meja hijau dan dikeluarkan dari sekolah, tapi tidak membuat yang lainnya takut.

Mereka memanfaatkan media sosial seperti instagram, WhatsApp dan lainnya sebagai sarana saling ejek dan saling menantang sebelum akhirnya digelar perang terbuka. 

Harus diakui, penanggulangan kekerasan remaja selama ini memang tidak maksimal. Sehingga muncul kesan ‘pembiaran’ karena baik orangtua maupun lingkungan tempat tumbuh kembangnya anak tidak serius melakukan pencegahan.

Baca Juga:

Dari berbagai studi disebutkan, keluarga adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas pembentukan karakter anak. Keluarga ada di urutan pertama pada kontribusi terjadinya kekerasan anak.

Karena seorang anak akan melangkah di jalan yang salah, juga memilih teman yang salah bila orangtua pasif dalam mendidik dan mengawasi mereka. 

Media sosial juga dituding ikut memicu kekerasan remaja bila tidak bijak dalam penggunaannya. Terlebih di saat ini kegiatan sekolah dilakukan secara daring sehingga lebih banyak peluang bagi anak untuk berselancar di dunia maya. Anak belasan tahun yang tengah mencari jatidiri, akan mudah terbawa arus dan pengaruh negatif medsos. 

Baca Juga:
Berita Terkait

Kesadaran Bersama 

Sabtu 22 Mei 2021, 06:00 WIB
undefined

Menunggu Izin Keramaian Turun

Senin 31 Mei 2021, 06:00 WIB
undefined
News Update