Oleh Harmoko
SIKAP saling tolong menolong perlu dikedepankan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di era sekarang ini. Tentu, tolong menolong dalam hal kebaikan, bukan ketidakbaikan yang merugikan kepentingan umum. Bukan untuk memonopoli, bukan oligopoli, bukan pula oligarki.
Saling tolong menolong sejatinya sudah menjadi budaya bangsa kita sejak dulu kala. Saling membantu, mengasihi dan memberi tercipta karena kebutuhan. Terbangun bukan dipaksakan, tetapi atas dasar kesadaran sebagaimana kodrat manusia sebagai makhluk individu, sekaligus sosial.
Oleh para pendiri negeri ( founding fathers), akar budaya bangsa ini, kemudian dirumuskan dan dilegalkan sebagai falsafah hidup bangsa yang disebut Pancasila sebagaimana pernyataan, Bung Karno: Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah.
Bung Karno pun mengatakan Pancasila kalau diringkas itu berupa gotong royong. Intinya saling menyayangi, saling mengasihi, dan saling menghormati.
Jika dijabarkan lebih lanjut, tentu di dalamnya terdapat adanya sikap untuk saling berbagi, memberi, membantu, saling mendukung, saling menghargai, saling menasihati demi terwujudnya kebersamaan dan keharmonisan menuju cita-cita negeri yang berkeadilan sosial.
Saling tolong menolong tentu bermakna positif. Membantu orang lain yang sedang kesusahan, membantu orang lain yang sedang kekurangan, berbagi kepada orang lain yang perlu dibagi.
Makna yang dapat kita serap adalah bagaimana kita yang “berada”, memiliki kemampuan membantu orang lain agar hidupnya lebih sejahtera. Mengangkat harkat dan martabatnya.
Pitutur luhur pun mengajarkan demikian. Bangsa kita sejak dulu kala sudah diajarkan untuk senantiasa hidup welas asih, saling tolong menolong terhadap sesama.
Pada abad ke-14 Masehi, Raden Makdum Ibrahim yang bergelar Sunan Bonang, anggota Wali Songo mengukir 4 pesan monumental yang kemudian sering dijadikan filosofi kehidupan.
Ke -4 Pesan Sunan Bonang, sbb:
1.Berilah tongkat kepada orang yang buta
2. Berilah makan kepada orang yang lapar
3. Berilah pakaian kepada orang yang telanjang
4.Berilah payung kepada orang yang kehujanan
Pada poin kedua, memberi makan kepada orang yang lapar,bukan sebatas agar mereka yang diberi makan menjadi kenyang. Bukan sekadar memenuhi kebutuhan hidup dasarnya saja ( makan dan minum), tetapi makna yang lebih luas lagi adalah mengangkat warga miskin menjadi mandiri dan sejahtera.
Kita paham, warga miskin dan anak terlantar menjadi tanggung jawab negara sebagaimana pasal 34 (1) UUD 1945 yang berbunyi: Fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara.
Pengertian fakir miskin begitu luas, seluas masalah kemiskinan itu sendiri, maka bukan hanya menjadi tanggung jawab negara, tetapi tanggung jawab kita bersama untuk mengatasinya. Lebih-lebih di era pandemi sekarang ini yang berdampak kepada meningkatkan angka kemiskinan, melonjaknya angka pengangguran baik yang terbuka maupun terselubung.
Mengetuk kesadaran semua pihak. Bagi yang berlimpah harta, berilah sedikit hartanya untuk orang yang belum berharta. Bagi yang berlimpah rezeki, berilah sebagian rezekinya untuk menyantuni orang miskin. Bagi yang berilmu, tularkan ilmunya untuk mengatasi kemiskinan.
Jika tidak berharta, tidak berilmu dan tidak memiliki kemampuan untuk menyantuni orang miskin, berilah dengan doanya. (*).