Ilustrasi THR. (ist)

Opini

THR Butuh Transparansi, Jangan Ada Dusta

Rabu 21 Apr 2021, 06:00 WIB

LEBARAN sebentar lagi. Seperti tahun sebelumnya, para pekerja tentu berharap akan mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan tempat mereka bekerja. 

Namun tak sedikit perusahaan kerap mencari dalih agar lepas dari kewajibannya membayar THR.

Apalagi situasi pandemi masih berlanjut. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto jauh-jauh hari menagih janji komitmen para pengusaha untuk membayar THR kepada para pekerja.

Saat bertemu dengan pengurus Kadin Indonesia di kantornya di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/4/2021),

Airlangga meminta pembayaran THR tak boleh dicicil, seperti tahun lalu. Sebab pemerintah selama ini sudah memberi dukungan dalam berbagai bentuk.

Sikap menko perekonomian ini tentu bukan tanpa alasan. Dengan ada THR, daya beli yang selama ini menurun diharapkan bisa bangkit kembali. Sehingga mendongkrak konsumsi masyarakat.

Pada akhirnya berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Apalagi saat pandemi seperti sekarang, sektor konsumsi, jadi tumpuan daya gerak pertumbuhan ekonomi. 

Karenanya masalah THR ini memang jadi concern pemerintah. Bahkan untuk mengawal pembayaran THR ini, Menaker Ida Fauziah sampai mengeluarkan surat edaran Nomor M/6/HK.04/IV/2021.

Dalam surat edaran ini selain mengatur pekerja yang berhak mendapat THR, juga batas waktu pemberian THR serta sanksi terhadap perusahaan atau pengusaha yang tak memenuhi kewajibannya memberikan THR.

Agar masalah THR berjalan sesuai harapan diperlukan transparansi dari semua pihak. Baik pihak perusahaan atau pengusaha sebaiknya terbuka dan transparan. Demikian pula dengan para pekerja.

Dalam situasi pandemi seperti sekarang, roda ekonomi mulai menggeliat. Aktivitas usaha di sejumlah sektor juga sudah bergerak. Namun kita juga jangan menutup mata, karena masih ada sektor usaha yang masih terdampak pandemi.

Bagi perusahaan yang masih beraktivitas wajib hukumnya membayar THR kepada para pekerja secara penuh.

Sebaliknya bagi perusahaan yang masih terdampak pandemi juga jangan langsung dikenakan sanksi. Alangkah baiknya mereka diminta melakukan pembicaraan dengan para pekerja.

Tentunya dengan argumentasi dan bukti yang kuat, dengan perlihatkan keuangan perusahaan sebenarnya kepada para pekerja.

Para pekerja akan bersikap bijak, jika perusahaan atau pengusaha terbuka dan transparan. Tak ada yang ditutup-tutupi. Jangan ada dusta. Kalau memang perusahaan untung, katakan untung. Kalau rugi, katakan rugi.

Tentu dengan bukti laporan keuangan perusahaan. Bukan hanya kata-kata semata.
Jadi masalah THR kuncinya adalah keterbukaan dan transparansi. Para pekerja akan mengerti,  jika kondisi keuangan perusahaan sedang tidak bagus. Jadi kembali lagi, jangan ada dusta. (**)

Tags:
THRMenko Perekonomian Airlangga Hartartopandemi covid-19

Administrator

Reporter

Guruh Nara Persada

Editor