UU Cipta Kerja Cacat Prosedur, PKS: Presiden Harus Terbitkan Perppu
Jumat, 23 Oktober 2020 21:18 WIB
Share
Mulyanto. (ist)

JAKARTA - Anggota Badan Legilasi DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, menyatakan bahwa Presiden layak menerbitkan Perppu atas UU Cipta Kerja, karena prosedur formil yang tidak lazim, gonta-ganti naskah setelah pengesahan serta banyak menerima penolakan dari masyarakat.

Mulyanto merinci kronologis pembahasan UU Cipta Kerja yang saat itu masih menjadi Rancangan Undang-Undang. Menurutnya, sejak awal UU yang dikenal dengan nama Omnibus Law Cipta Kerja ini terkesan dipaksakan.

Bahkan di saat masa reses, ketika RUU lain tidak dibahas, UU ini terus dikebut pembahasannya. Sehingga, Mulyanto tidak begitu heran jika belakangan UU Cipta Kerja ini gonta- ganti naskah dan menimbulkan banyak koreksi.

"Karena terburu-buru dan catatan belum terkonsolidasi jadi satu, sehingga saat pleno pengambilan keputusan tingkat I di Baleg 3 Oktober, naskah tidak dibacakan dan penandatanganan naskah hanya bersifat simbolik. Saat paripurna 5 Oktober baru dibagikan file digital 905 hlm. Inipun ditarik kembali, karena ada yg tidak sesuai dengan keputusan Panja," jelas Mulyanto.

Baca juga: UU Cipta Kerja Dalam Proses Ditandatangani Presiden Jokowi

Mulyanto mengatakan, draft terakhir tanggal 12 Oktober dokumen 812 halaman yang resmi dan bersifat final diserahkan kepada presiden. Draft ini pun masih ditemukan banyak catatan.

"Berdasarkan recall Pada tanggal 16 Oktober Setneg mengajukan revisi perbaikan naskah, untuk 158 item perbaikan dalam dokumen setebal 88 hlm kepada Baleg DPR RI. Dugaan saya hasilnya adalah setting akhir naskah setebal 1187 hlm," lanjut Mulyanto.

Mulyanto berpendapat harusnya UU yang sudah disahkan di sidang paripurna tidak boleh diubah-ubah lagi oleh siapapun, baik itu oleh pimpinan panja, baleg, pimpinan DPR apalagi oleh Pemerintah. Jika hal tersebut sampai dilakukan, maka otensitasnya menjadi diragukan.

"Kita tengah meneliti substansi dari perubahan2 draf pasca-pengesahan di paripurna DPR tersebut.  Apakah hanya bersifat typo, redaksional atau ada yg bersifat substansial. Semestinya tidak boleh ada perubahan lagi pasca pengesahan suatu RUU,"  andas Mulyanto. 

Baca juga: Baleg DPR: Pasal 46 Memang Seharusnya Dihapus dari UU Cipta Kerja

Halaman
1 2