ADVERTISEMENT

Karena Cinta Sudah Melekat Bercucupun Umbar Syahwat

Sabtu, 26 Januari 2019 07:52 WIB

Share
Karena Cinta Sudah Melekat Bercucupun Umbar Syahwat

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

PUNYA cucu bagi Mbah Samirun, 55, bukan perintang untuk punya WIL. Ada janda ngglondhang (kosong) tetangga desa, maka Ny. Sulami, 54, pun dipacari. Pas rumah kosong si janda diajak main ke rumah, dan “main” sekalian di kamar. Begitu ketahuan anak-anak, Mbah Samirun dipaksa cerai dari emaknya. Cinta memang tak mengenal batas usia. Yang muda yang bercinta, yang tua pun juga bisa! Bahkan bisa lebih nekat dan dahsyat. Sebab jika cinta sudah melekat, nomer satu adalah urusan syahwat. Padahal mustinya, jadi kakek itu harus selalu ingat lagunya Titik Sandhora tahun 1967-an (judul: kakek yang lucu – Red). Main sepatu roda saja ditertawakan anak cucu, apa lagi main perempuan! Mbah Samirun dari Pringanom, Masaran, Sragen (Jateng) memang relatif cepat jadi kakek. Usia baru kepala lima sudah punya sejumlah cucu. Padahal banyak juga yang sudah kepala enam belum dipanggil embah. Tapi Mbah Samirun tak mau disebut tua gara-gara sudah bercucu. Jika ditanya orang berapa usianya, jawabnya klasik, “Puser ke atas 40 tahun, puser kebawah 17 tahun!” Nah, karena merasa puser ke bawah masih remaja, Mbah Samirun masih juga demen memanjakan syahwatnya. Tak cukup pasokan dari istri di rumah, dia pengin juga tokoh alternatif. Maka ketemulah dengan Sulami, janda tetangga desa. Namanya tetangga, tentu saja sudah lama saling kenal. Bahkan di masa remaja dulu sebetulnya Mbah Samirun pernah naksir Sulami. Maka ketika ketemu dalam acara takziah tetangga desa meninggal, Mbah Samirun mendekati Sulami dan tiba-tiba menyanyikan lagu iklan Indomie tahun 1990. Dengan lantang dia bilang, “Dari Sabang sampai Merauke, berjajar pulau-pulau, Indonesia tanah airku, Bu Lami seleraku......!” Langsung keduanya gablok-gablokan (saling pukul mesra), sementara hadirin pada tertawa geli. Ee, ternyata dari situ hubungan berlanjut dan berkembang. Diam-diam mereka terlibat CLBK (Cinta Lama Belum Kelar). Agar cinta mereka benar-benar kelar, Mbah Samirun mengajak Sulami ke hotel. Koalisi itu pun dilanjutkan dengan eksekusi. Cinta keduanya kini benar-benar telah kelar. Akan tetapi berkencanria di hotel tanpa sponsor iklan, bisa jebol isi kantong Mbah Samirun. Maka diam-diam Mbah Samirun yang menyelinap ke kamar Sulami. Bila rumah si kakek sepi, gantian Sulami diminta ke rumah dalam rangka “jemput bola”. Bola siapa, ya tentu saja bola si kakek masih model bal pompan. Karena sering tukar kamar dan tukar kunjungan mesum, sekali waktu ada tetangga yang memergoki. Maka belum lama ini kamar Mbah Samirun digerebek. Benar saja, di kamar itu Mbah Samirun – janda Sulami sedang berhubungan intim bak suami istri. Tentu saja warga marah, lebih-lebih istri dan anak-anak. Mereka malu punya bapak yang sudah tua masih jadi “sastro pandelepan” (main perempuan) menurut istilah Solo. Tindakan tegas sekaligus sadis mereka terapkan pada ayahnya. Ibu mereka diminta gugat cerai ke Pengadilan Agama, meski si bapak sudah minta maaf. Tapi mereka tak peduli, sehingga akhirnya benar-benar diproses di Pengadilan Agama. Dalam persidangan Mbah Samirun mengaku, sebetulnya tak ingin cerai, tapi maunya anak-anak begitu, ya apa boleh buat. Lha si embah juga suka begituan sama janda, sih. (Gunarso TS)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT