ADVERTISEMENT

Beria-ria di Ria Rio

Jumat, 4 Oktober 2013 08:55 WIB

Share
Beria-ria di Ria Rio

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh S Saiful Rahim “MENGAPA keadaan menjadi begini sih? Mulanya harga barang-barang naik, terutama daging sehingga orang yang mau Lebaran kalang kabut. Kasihan kan orang macam Dul Karung yang barangkali makan daging dalam setahun hanya dua kali. Lebaran Syawal dan Lebaran Haji,” kata seorang lelaki berjaket yang masuk ke warung Mas Wargo tanpa memberi salam. “Eh, beri salam dulu baru ngoceh. Lebaran Syawal sudah lewat, Lebaran Haji masih sekitar 40 hari lagi. Kok sekarang diomongin?” serobot Dul Karung sambil mencomot sepotong singkong goreng sebelum orang itu menyelesaikan omongannya. “Yang ingin kuperbincangkan bukanlah soal Lebaran dan daging semata-mata, tapi soal harga-harga yang naik dan hasil kerja pemerintah yang aneh,” jelas orang itu sambil menyeruput teh panas yang baru diserahkan Mas Wargo. “Apa maksud Bung mengatakan hasil kerja pemerintah yang aneh? Pemerintahnya yang aneh, atau hasil kerjanya yang aneh?”tanya seorang lelaki bersafari yang duduk di sebelah kiri Dul Karung. “Iya, apanya ya yang aneh?”kata orang yang berjaket itu balik bertanya. “Maksudku begini. Setelah orang-orang ribut soal harga daging yang mahal itu, pemerintah melalui Bulog buru-buru mengimpor daging. Maksudnya tentu saja agar harga daging bisa turun. Tetapi sebelum harga daging turun ke harga semula, harga rupiah yang, bukan sekadar turun, tapi merosot. Aneh kan?” kata orang itu menyambung ucapannya yang tidak gampang dicerna “jemaah” warung kopi kakilima kelas warungnya Mas Wargo. “Iya ya. Tapi sudahlah. Jangan mikirin yang begituan. Kepala jadi pusing, dapat duit kagak,” celetuk orang yang duduk di ujung kanan bangku panjang yang cuma satu di warung itu. “Eh ngomong-ngomong tahu nggak soal Ria Rio?” kata orang yang duduk tepat di kanan Dul Karung. “Tahu. Itu kan blumbang yang ada di pinggir jalan by passdekat Cempaka Putih? Dulu di Jakarta banyak tempat rekreasi rakyat yang disebut taman ria. Di Senayan ada Taman Ria Remaja, di Monas ada Taman Ria Monas, di Cempaka Putih ya Taman Ria Rio itu. Di sana dulu selain ada Rumah Makan Sunda yang terkenal, ada juga perahu untuk beria-ria keliling danau. Bila bulan purnama enak sekali berperahu di sana. Angin yang silir-silir bikin segar,” jawab Mas Wargo yang rupanya tahu juga      kondisi Jakarta lebih dari seperempat abad yang lalu. “Sekarang Taman Ria Rio akan dikembalikan seperti dulu. Bahkan akan diperluas dari yang semula 7 hektar menjadi 25,6 hektar,” kata orang yang duuk di kanan Dul Karung itu lagi. “Bagus itu. Kota modern memang harus dibangun secara manusiawi. Jangan hanya terdiri dari kumpulan tembok yang tinggi menjulang sehingga sinar matahari pun tidak bisa mencium tanah,” komentar seseorang entah siapa dan yang mana. “Ganti rugi untuk penghuninya pun harus manusiawi juga dong,” kata Dul Karung seraya pergi. ([email protected])

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -
Berita Terkait

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT