Ilustrasi karyawan PT Sritex, perusahaan tekstil raksasa di Indonesia saat bekerja. (dok. sritex)

Nasional

Resmi Tutup Permanen, Begini Perjalanan Perusahaan Sritex yang Pernah Menjadi Raksasa Tekstil di Indonesia

Sabtu 01 Mar 2025, 04:25 WIB

POSKOTA.CO.ID - Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman Textile (Sritex) Tbk, Iwan Kurniawan Lukminto, menyatakan keputusan penutupan permanen perusahaan pada Sabtu, 1 Maret 2025. Atas keputusan tersebut membuat perasaan duka dan kesedihan mendalam baginya serta ribuan karyawan lainnya.

Ia mengungkapkan rasa berat hati karena harus berpisah dengan ribuan karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Kondisi sekarang menjadi hari terakhir, kami sangat berduka sekali. Karena ini adalah momentum yang sangat bersejarah dimana 58 tahun kami sudah berkarya dan sangat sedih sekali kita harus berpisah," ucap direktur utama Iwan Kurniawan kepada wartawan pada Jumat, 28 Februari 2025.

Baca Juga: Sritex Tutup Operasional, Dirut Janjikan Penyelesaian Hak Karyawan

Lantas bagaimana sejarah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Indonesia dalam dunia tekstil Indonesia ini, berikut Poskota beberkan.

Sejarah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Indonesia

PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang lebih dikenal sebagai Sritex, adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar dan terkemuka di Indonesia. Perjalanan panjang Sritex dimulai dari usaha kecil yang kemudian berkembang menjadi perusahaan multinasional dengan jaringan pasar global.

Awal Mula dan Pendirian

Sejarah Sritex bermula pada tahun 1966, ketika Haji Muhammad Lukminto, seorang pengusaha asal Solo, Jawa Tengah, memulai usahanya dalam bidang tekstil dengan mendirikan toko kain kecil di Pasar Klewer, Solo. Toko ini diberi nama Sri Rejeki, yang kelak menjadi cikal bakal dari perusahaan besar yang kita kenal saat ini.

Dalam perjalanannya, Haji Muhammad Lukminto melihat potensi besar dalam industri tekstil, terutama dalam produksi kain untuk kebutuhan pakaian. Dengan semangat kewirausahaan dan kerja keras, ia mulai mengembangkan usahanya dari sekadar berdagang menjadi produsen tekstil. Tahun 1978 menjadi titik penting ketika ia mendirikan pabrik pemintalan benang di Solo dengan nama PT Sri Rejeki Isman.

Perkembangan dan Ekspansi Bisnis

Pada tahun 1980-an dan 1990-an, Sritex mulai berkembang pesat dengan membangun pabrik pemintalan (spinning), penenunan (weaving), pencelupan dan finishing (dyeing and finishing), serta pembuatan pakaian jadi (garment). Dengan model bisnis yang terintegrasi dari hulu ke hilir, Sritex menjadi salah satu dari sedikit perusahaan tekstil di dunia yang memiliki rantai produksi lengkap dalam satu sistem.

Salah satu tonggak penting dalam sejarah Sritex adalah keberhasilannya menjadi pemasok seragam militer untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada era 1980-an. Seiring waktu, Sritex juga mendapatkan kepercayaan sebagai pemasok seragam militer untuk berbagai negara di dunia, termasuk Jerman, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan beberapa negara Eropa lainnya.

Pada tahun 1990-an, Sritex terus memperluas pasar dengan meningkatkan kapasitas produksinya serta memperluas segmen produknya ke berbagai jenis kain, mulai dari kain untuk pakaian sehari-hari, seragam kerja, hingga bahan tekstil teknis yang digunakan dalam industri otomotif dan konstruksi.

Baca Juga: Sritex Tutup Operasional, Dirut Janjikan Penyelesaian Hak Karyawan

Era Modern dan Ekspansi Global

Memasuki abad ke-21, Sritex semakin mengukuhkan posisinya sebagai pemain utama dalam industri tekstil global. Pada tahun 2013, perusahaan ini mencatat tonggak sejarah penting dengan melakukan penawaran saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Langkah ini memungkinkan Sritex untuk memperoleh pendanaan yang lebih besar guna memperluas bisnisnya, baik di dalam maupun luar negeri.

Dalam beberapa tahun terakhir, Sritex telah berhasil memperluas pasar ekspornya hingga ke lebih dari 100 negara, termasuk Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, dan Asia. Produk yang dihasilkan pun semakin beragam, mulai dari pakaian militer, seragam kerja, fashion, hingga kain berbasis teknologi tinggi.

Dengan terus mengadopsi teknologi canggih dalam proses produksinya, Sritex juga berfokus pada keberlanjutan dan efisiensi. Perusahaan ini mulai mengembangkan produk tekstil yang lebih ramah lingkungan, termasuk penggunaan bahan daur ulang dan metode produksi yang lebih hemat energi.

Kepemimpinan dan Warisan Pendiri

Haji Muhammad Lukminto, sebagai pendiri Sritex, dikenal sebagai sosok yang gigih dan visioner dalam mengembangkan bisnisnya. Di bawah kepemimpinannya, Sritex tumbuh dari sebuah toko kecil menjadi perusahaan tekstil raksasa.

Setelah wafat pada 5 Februari 2014, kepemimpinan Sritex diteruskan oleh putranya, Iwan Setiawan Lukminto, yang saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur.

Di bawah kepemimpinan generasi kedua, Sritex terus memperkuat posisinya sebagai pemimpin industri tekstil, dengan fokus pada inovasi, ekspansi pasar, serta penerapan teknologi dalam industri manufaktur tekstil.

Baca Juga: Resmi Berhenti Operasi, Keluarga Pendiri PT Sritex Mengenang Perpisahan dengan Duduk Bersama Ribuan Karyawan

Komitmen terhadap Keberlanjutan dan Masa Depan

Sebagai salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, Sritex berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam setiap aspek operasionalnya. Perusahaan ini telah mengadopsi standar ISO 9001 dan ISO 14001, serta terus meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam seperti air dan energi.

Sritex juga terus berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan kepada karyawannya, serta berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah melalui penciptaan lapangan kerja.

Dengan fondasi yang kuat, inovasi berkelanjutan, serta strategi ekspansi yang agresif, Sritex terus bergerak maju untuk menjadi pemimpin industri tekstil global.

Perjalanan panjang yang dimulai dari sebuah toko kecil di Pasar Klewer kini telah menjelma menjadi perusahaan yang memainkan peran besar dalam industri tekstil dunia.

PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, telah menghadapi serangkaian tantangan finansial yang serius dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 21 Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang menyatakan Sritex dan tiga anak perusahaannya dalam keadaan pailit, dengan total utang mencapai Rp32,6 triliun.

Akibat putusan pailit tersebut, tim kurator yang ditunjuk oleh pengadilan mengindikasikan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap karyawan Sritex.

Pada saat itu, jumlah karyawan yang masih bekerja di Sritex tercatat sekitar 15.000 orang, turun dari 20.000 sebelum efisiensi yang dilakukan pada tahun 2024

Tags:
Sejarah SritexSritex tutup permanenSritex bangkrutSritex

Yugi Prasetyo

Reporter

Yugi Prasetyo

Editor