POSKOTA.CO.ID – Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggelar Forum Group Discussion (FGD) yang membahas hoax.
Bertajuk ‘Pengendalian Informasi Hoaks di Era Digital’, FGD tersebut dilakukan sebagai langkah konkret untuk menghadapi tantangan era digital tersebut.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah Kiai Cholil Nafis menilai, media sosial kini tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, jika tidak diiringi dengan langkah tegas, arus informasi tak tervalidasi akan terus membanjiri ruang publik hingga dapat memicu keresahan.
Baca Juga: Gus Miftah Hinakan Penjual Es Teh, Begini Tanggapan MUI
MUI Soroti Peran Konten Kreator
“Majelis Ulama Indonesia melalui FGD ini ingin merumuskan bagaimana cara menangkal hoaks, mengendalikan, minimal meminimalkan terhadap bahaya-bahaya dari hoaks,” tegasnya, melansir laman resmi MUI, di Oakwood Hotel, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2025.
Tak hanya itu, FGD MUI dan Komdigi ini juga menyoroti rendahnya kesadaran pengguna media sosial dan konten kreator terhadap dampak negatif informasi yang disebarkan.
Kiai Cholil menegaskan, edukasi yang komprehensif sangat diperlukan agar setiap informasi yang dibagikan tidak hanya akurat, tetapi juga bermanfaat.
“Kita ingin menyadarkan kesadaran para pengguna atau bahkan konten kreatornya, agar mereka bisa menyebarkan tidak hanya pada benar beritanya, tapi juga bermasalah kepada yang lain,” jelasnya.
Baca Juga: Pj Gubernur Teguh Setyabudi Ajak MUI hingga Ormas Islam Berperan Aktif Bangun Jakarta
MUI juga mendesak agar Komdigi merumuskan kebijakan tegas untuk tangkal hoaks. “Kita mendorong memang tadi dari Komdigi agar dibiarkan kebijakan tentang pengendalian hoaks ini, bagaimana kita bisa cek fakta,” terangnya.
Sebab jika dilihat dalam perspektif agama, kebenaran informasi tidak selalu harus dipublikasikan. Jika tidak membawa manfaat atau justru memicu keburukan, penyebarannya sebaiknya ditahan.
“Secara aspek keagamaan, berita yang benar pun tidak harus disebarkan. Kalau tidak ada manfaatnya, harus ada yang manfaatnya,” tegasnya.
MUI juga berencana mengadakan pertemuan rutin dengan Komdigi untuk memperkuat kolaborasi. Terutama untuk menghadapi isu keagamaan dan kebangsaan yang berkembang di media sosial.
Soroti Peran Krusial Fatwa MUI
“Kita berharap nanti ada pertemuan rutin dengan Komdigi untuk update berita-berita yang berkenaan dengan isu keagamaan dan kebangsaan,” ujarnya.
Dalam menghadapi hoaks, MUI menggarisbawahi peran krusial fatwa sebagai panduan bagi masyarakat dalam menyaring informasi.
Fatwa MUI Nomor 17 Tahun 2014, yang mengatur etika penyebaran informasi, dinilai sangat relevan dalam mengatasi derasnya arus berita yang tidak terverifikasi.
“Peran pertama adalah dengan Fatwa Nomor 17 Tahun 2014 itu adalah sangat dibutuhkan dan sangat memberikan efek panduan terhadap masyarakat,” ungkapnya.
Fatwa menegaskan bahwa setiap informasi harus diverifikasi kebenarannya sebelum dibagikan, terutama jika berasal dari sumber yang tidak dikenal.
Kiai Cholil menekankan bahwa langkah ini sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan potensi konflik sosial.
Sehingga, kata dia, MUI dengan fatwa-fatwanya bisa menjadi pedoman pada masyarakat setiap konten atau berita yang muncul adalah berita yang mungkin benar dan mungkin salah.
“Mungkin dikategorikan mirip dengan fasiklah kira-kira, sangat diragukan apalagi dari sumber yang tidak dikenal. Maka dia harus verifikasi,” ujarnya.
MUI juga mengajak umat Islam, terutama generasi muda, untuk proaktif dalam menyebarkan informasi yang positif dan edukatif.
“Kita berharap kepada umat Islam atau Generasi Z dan Alpha MUI itu, atau yang menginduk pada MUI untuk aktif membanjiri juga media-media itu dengan informasi yang positif, informasi yang benar,” pungkasnya.