JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pemprov Jakarta membatasi masa sewa rusun (rumah susun). Terdapat tiga alasan mengapa masa sewa hunian rusun dibatasi.
Alasan pertama adalah agar hunian rusun tidak disewa selamanya.
Sekretaris Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Jakarta, Meli Budiastuti menyampaikan batasan masa sewa hunian rusun telah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 111 Tahun 2014..
"(Pergub) sudah hampir final, sudah di biro hukum," kata Meli kepada wartawan dikutip Jumat, 7 Februari 2025.
Alasan kedua adalah untuk memastikan rusun ditempati oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Baca Juga: Wali Kota Jakarta Utara Upayakan Rusun untuk Warga Kampung Tongkol Dalam yang Tergusur
Dijelaskan Meli, dalam pelaksanaannya, masa sewa rusun akan dibatasi berdasarkan kategori yang telah ditentukan.
Dalam hal ini, penghuni yang masuk program penerima manfaat dari program pemerintah hanya dapat menyewa rusun selama 10 tahun dengan skema lima kali perpanjangan.
Para penghuni yang masuk program pemerintah tersebut nantinya diberikan perpanjangan waktu setiap dua tahun sekali.
"Jadi pada saat tahun ke-9, nantinya itu UPRS kan punya data tuh, kemampuan ekonominya. Kalau yang kira-kira dia tidak mampu, maka akan dimintakan kepada dinas, ada tim terpadu disitu, untuk ngecek, apakah dia masih layak tinggal di rusun atau tidak," jelas Meli.
"Kalau masih layak, nanti hasil rekomendasinya dia bisa diperpanjang berapa tahun lagi, setelah 10 tahun," tambahnya.
Baca Juga: Rumah Digusur, Warga Kampung Tongkol Dalam Tak Ditawari Pindah ke Rusun Tongkol
Sementara, untuk penghuni rusun biasa atau umum yang tidak masuk program pemerintah, hanya diberikan menyewa rusun maksimal enam tahun.
"Kalau masyarakat umum 3 kali SP, jadi hanya 6 tahun. Tadi kan saya sudah sampaikan, itu sudah masuk di revisi Pergub 111. Tapi saat ini kami belum bisa berlakukan karena belum ada aturannya," ucap Meli.
Diurai Meli, langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa rusun disewa oleh masyarakat yang memang benar-benar membutuhkan. Dalam hal ini masyarakat berpenghasilan rendah.
"Ya, karena kan orang tinggal di rusun, itu bukan untuk selamanya. Bukan untuk warisan juga, tidak bisa diturunkan. Kalau masyarakat terprogram, itu bisa turunkan ke anaknya. Kalau masyarakat umum, paling misalkan suami meninggal ke istrinya, tapi ke anak nggak boleh. Revisi Pergub pun ada disitu," jelas dia.
"Jadi masyarakat umum boleh dialihkan ke siapa saja, hanya ke pasangannya, ke anak tidak boleh. Kalau masyarakat terprogram, bisa dialihkan ke anak, tapi tarifnya sudah tarif umum. Nantinya seperti itu diatur," tambahnya.
Alasan ketiga, yaitu mencegah masyarakat berpenghasilan tinggi tetap tinggal di rusun.
Meli menjelaskkan, pihaknya bakal menerapkan setelah Pergub tersebut resmi diteken. Nantinya masyarakat berpenghasilan tinggi tidak lagi diperbolehkan menyewa rusun.
Baca Juga: Pemkot Tangerang Siapkan Rusun Cipta Griya Khusus Masyarakat Berpenghasilan Rendah
"Pergub terbit, setelah itu 6 tahun ke depan, 10 tahun ke depan. Tapi tadi saya bilang, setiap 2 tahun dievaluasi. Ternyata dia ekonominya baik, apalagi kalau pekerja formal, mana struk gajinya, mana pemotongan pajaknya. Kami kan bisa lihat penghasilannya," tuturnya.
"Kalau sudah di atas Rp 7,4 juta, ya sudah tidak diizinkan lagi, tinggal dirusun," sambung Meli.