BANDUNG BARAT, POSKOTA.CO.ID - Warga Desa Wangunharja Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat melakukan aksi tabur dan mancing ikan di sejumlah ruas jalan rusak.
Protes tersebut dilakukan lantaran sejauh ini jalan di daerah itu tak kunjung dibenahi. Padahal, jalan itu merupakan satu-satunya akses warga yang juga merupakan kewenangan Kabupaten Bandung Barat.
Sejauh ini, warga pernah melakukan perbaikan jalan melalui swadaya masyarakat terutama para bandar dan petani sayuran di kawasan tersebut.
"Pada tahun 2019 kami perbaiki jalan dari swadaya sebesar Rp18 juta. Kemudian tahun 2022 mengajukan ke musrenbang tapi sampai sekarang belum terealisasi," kata salah seorang petani di Desa Wangunharja, Asep Suwandi.
Baca Juga: Abidzar Al-ghifari Dirujak Netizen Imbas Entengkan Peran di Film A Business Proposal
Warga menilai, Pemkab Bandung Barat tutup mata terhadap kondisi jalanan yang rusak selama bertahun-tahun. Akibatnya, aktivitas warga serta sirkulasi pengangkutan hasil pertanian cukup terhambat.
"Aksi mancing ikan ini buah dari emosi warga kepada pemerintah yang dianggap tidak peduli dengan infrastruktur jalan di wilayah ini (Desa Wangunharja," ungkapnya.
Dampak yang dirasakan oleh warga dan petani di wilayah tersebut yakni, jalur transportasi harus yang harus memutar lebih jauh. Sehingga memakan waktu dan ongkos lebih besar.
"Dampak lainnya yakni, dikuranginya muatan karena kendaraan jadi cepat rusak, sayuran rawan busuk. Itu semuanya karena lamanya pengantaran ke pasar," tuturnya.
Baca Juga: Polsek Sawah Besar Amankan Penjual Tramadol Tanpa Izin Edar
Dia menyebutkan, terdapat dua titik kerusakan parah jalan yakni di tanjakan Maribaya dan Kampung Cicalung.
Di jalur itu, yang paling membahayakan ada di kawasan Maribaya. Selain banyaknya lobang, kontur jalan yang menanjak mengakibatkan pengendar enggan melewati jalur tersebut.
"Jadi lebih milih muter jauh. Di jalur itu juga turunannya curam jadi kendaraan rawan terperosok jurang," tambahnya.
Pengakuan warga lainnya, Hendi, 35 tahun, semenjak jalan rusak, hampir tidak ada lagi anak-anak sekolah yang melawati jalur utama. Selain genangan air, mereka tak mau kecipratan kendaraan yang melintas apabila berpapasan dengan pengendara.
"Agar aman saat berangkat maupun pulang sekolah, mereka terpaksa memutar lewat perkebunan warga," ucap Hendi.
Ia menyesalkan, meski sudah bayar pajak namun perhatian pemerintah terhadap infrastruktur di pedesaan sangat minim.
"Saya heran, kalau telat bayar pajak harus didenda tapi kami minta perbaikan jalan kok hanya didiamkan saja. Bahkan realiasi pajak dari desa besar tapi infrastruktur kok dibiarkan rusak," ungkapnya.