POSKOTA.CO.ID - Kepala Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana (IHW) resmi ditahan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Tak hanya Iwan, Kejati pun menahan Plt. Kabid Pemanfaatan pada Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta berinisial MFM dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penyimpangan berbagai kegiatan di Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi DKI Jakarta yang bersumber dari APBD.
Hal tersebut ditegaskan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Syahron Hasibuan bahwa Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejati Jakarta telah menahan kedua tersangka.
"IHW dan MFM memenuhi panggilan penyidik Kejati DK Jakarta untuk menjalani pemeriksaan. Dalam proses penyidikan, penyidik menahan IHW di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan MFM di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan," terang Syahron kepada wartawan Senin, 6 Januari 2025.
Dengan penahan ini, Kejati sudah menetapkan sekaligus menahan tiga orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang bersumber dari APBD.
Penahanan Iwan Henry Wardhana berdasarkan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-01/M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 02 Januari 2025.
Sedangkan MFM berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-02M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 02 Januari 2025, dan GAR berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-03M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 02 Januari 2025.
"Bahwa tersangka IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan bersama-sama Tersangka MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan dan tersangka GAR bersepakat untuk menggunakan Tim EO milik tersangka GAR dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta," jelasnya.
Dana korupsi tersebut digunakan para tersangka untuk kepentingan pribadi mereka.
"Tersangka MFM dan tersangka GAR bersepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan SPJ guna pencairan dana kegiatan Pergelaran Seni dan Budaya kemudian uang SPJ yang telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik kembali oleh tersangka GAR dan ditampung di rekening GAR yang diduga digunakan untuk kepentingan Tersangka IHW maupun Tersangka MFM," bebernya.
Baca Juga: Kejati Duga Banyak Kebocoran Anggaran karena Praktik Korupsi di Pemprov Jakarta
Syahron menekankan bahwa perbuatan Tersangka IHW, MFM, dan GAR bertentangan dengan antara lain UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Pedoman Swakelola.
Pasal yang disangkakan untuk para Tersangka adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.