Menurutnya, kasus penganiayaan tersebut tidaklah harus memakan waktu yang lama dengan bukti yang sudah cukup kuat.
“Ini jadi catatan juga seharusnya itu bisa lebih cepat lagi, saya berpikir sebagai anggota Polri dahulu, kalau kita fokus kerja langsung ditangani, 3 sampai seminggu itu selesai,” ucapnya.
Rikwanto mengatakan bahwa penanganan polisi dinilai lamban dan akhirnya menimbulkan pertanyaan di masyarakat terkait kinerja Polri khususnya di Polres Metro Jakarta Timur.
Menurutnya, kasus penganiayaan yang dialami DA merupakan tindak penganiayaan yang terbuka dan nyata. Sehingga, kinerja Polres Metro Jakarta Timur bisa lebih cepat.
“Itu kasus nyata, kelihatan dan terbuka. Tinggal gercepnya anggota itu. Ini jadi pertanyaan masyarakat juga, koreksi juga kepolisian terutama Jakarta Timur,” katanya.
“Sampai muncul di media itu ‘no viral, no justice, no viral, no attention, no justice’,” lanjutnya.
Tampak geram dengan penanganan kasus yang dianggap lamba, hingga Rikwanto menyinggung kasus harus viral terlebih dahulu jika ingin ditangani oleh kepolisian.
“Apa viral dulu baru kemudian cepat gerakannya? Ini juga pelajaran bagi kepolisian di tempat lain,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa Polri dibayar untuk menegakkan hukum. Maka dari itu, penanganan laporan masyarakat harus diusut dengan cepat tanpa pilih-pilih.
“Apapun kasusnya, siapapun pelapornya, perlakuannya sama di muka hukum. Polri dibiayai negara, dikasih kewenangan, perlengkapan untuk menegakkan hukum” ucapnya.
Cek berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan follow WhatsApp Channel POSKOTA untuk update artikel pilihan dan breaking news setiap hari.