Organisasi ini menjadi aparat keamanan pertama Hamas yang baru dibentuk. Pada 1988, Sinwar ditangkap lagi oleh pasukan Israel dan dijatuhi hukuman seumur hidup.
Dirinya dituduh terlibat dalam penangkapan dan pembunuhan dua tentara Israel dan empat tersangka mata-mata Palestina. Dimulailah masa hukumannya selama 23 tahun di penjara Israel.
Selama ditawan, dia belajar bahasa Ibrani, sering membaca surat kabar Israel, dan mendalami politik sekaligus budaya Israel. Dia mengatakan hal itu membantunya untuk lebih memahami musuhnya.
Sinwar juga menulis novel berjudul ‘The Thorn and the Carnation’, yang terinspirasi dari pengalaman hidupnya sendiri saat tumbuh besar di Jalur Gaza.
Akhirnya Yahya Sinwar dibebaskan dari penjara pada 2011 atas kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyetujui kesepakatan yang membebaskan 1.047 tahanan Palestina dengan imbalan Gilad Shalit, seorang tentara Israel yang diculik pada 2006.
Setelah bebas, Sinwar langsung naik pangkat di Hamas. Dirinya terpilih menjadi anggota biro politik dan ditugaskan berkoordinasi dengan Brigade Qassam.
Selain memainkan peran politik di Hamas, dia juga memimpin perlawanan terhadap Israel yang menyerang Gaza selama tujuh pekan pada 2014.
Beberapa bulan setelah perang itu, Amerika Serikat menambahkan Yahya Sinwar ke dalam daftar yang melabelinya sebagai ‘teroris global yang ditunjuk secara khusus’.
Pada 2017, ia terpilih sebagai kepala biro politik Hamas di Gaza. Sinwar bekerja sama dengan Haniyeh untuk mendekatkan Hamas dengan Iran dan sekutu-sekutunya, termasuk Hezbollah di Lebanon.
Fokus membangun kekuatan militer Hamas, pria dengan julukan ‘Jagal dari Khan Younis’ ini juga memelopori Operasi Pedang Yerusalem.
Ini merupakan nama operasi Hamas sebagai respons atas pengeboman Israel di Jalur Gaza antara 6 dan 21 Mei 2021.