Kopi Pagi: Kampanye Beradab, Bukan Biadab. (Poskota)

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Kampanye Beradab, Bukan Biadab

Kamis 26 Sep 2024, 08:27 WIB

“Publik, utamanya pemilih muda lebih menyukai keteladanan, ketimbang sebatas pernyataan penuh sanjungan. Tentu keteladanan kebaikan, bukan keburukan dan penuh celaan..”

-Harmoko-

 

Deklarasi kampanye damai telah digelar serentak di 545 daerah pilkada yang diikuti oleh 1.553 pasangan calon kepala daerah (cakada).  Tak hanya dideklarasikan, naskah deklarasi juga ditandatangani oleh semua pasangan calon serta partai pengusung.

Deklarasi ini menandakan adanya kehendak bersama untuk menciptakan suasana yang kondusif, aman, tertib dan damai selama dua bulan menggelar kampanye pilkada mulai 25 September 2024 hingga 23 November 2024.

Deklarasi menandai adanya tekad yang kuat untuk menciptakan kampanye yang berkualitas dan berintegritas, tanpa hoaks, tanpa politisasi SARA, tanpa politik uang dan tanpa pelanggaran.

Kuncinya, ada pada masing-masing paslon, tim sukses, dan simpatisannya mengedepankan kampanye yang beradab.

Dari telaah para ahli, seseorang dapat dikatakan beradab, jika memiliki kesopanan, kesantunan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti.

Terdapat kelembutan dan kehalusan dalam bertutur kata, bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, di mana pun, kapan pun dan kepada siapa pun.

Ini selaras dengan makna dari penjabaran nilai-nilai luhur falsafah bangsa kita, Pancasila, utamanya sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Dalam konteks kampanye pilkada adalah saling menghargai sesama pasangan calon, semakin mengakui persamaan hak untuk melakukan kampanye, persamaan derajat sesama pasangan calon.

Menghargai berarti untuk tidak saling mengganggu, tidak menghalang-halangi dan tidak memaksakan kehendak kepada pendukung serta simpatisan paslon lain.

Kampanye menjadi beradab, jika mengedepankan atraksi politik dengan menebarkan kesantunan, bukan memproduksi kecurigaan.

Menyebarkan keceriaan, bukan kepedihan. Menghargai eksistensi hak asasi, bukan memprovokasi,menghalangi dan menakut- nakuti.

Menghargai perbedaan, bukan mempersoalkan, apalagi mempertentangkan perbedaan yang menjurus kepada embrio perpecahan.

Tak dapat dipungkiri, kampanye adalah ajang untuk meraih sebanyak mungkin dukungan massa melalui beragam cara.

Kalaupun terdapat persaingan dalam memperebutkan simpati, tidak bisa  dihindari. Tetapi tidak lantas dengan menghalalkan segala cara. 

Tidak saling ejek, saling mencerca, memaki, menghina, merendahkan dan menyakitkan

karena budaya demokrasi kita tidak mengajarkan  perilaku yang demikian.

Hendaknya berkompetisi tanpa iri dan dengki. Menjatuhkan lawan bukan dengan penghianatan dan kebohongan. Bukan menebar aib yang belum jelas sumber dan kebenarannya.

Bersainglah secara sehat dan beradab, bukan dengan biadab. Bahkan, sebisa mungkin mengalahkan lawan dengan merangkulnya menjadi kawan, bukan menjatuhkan atau menghinakan.

Sekiranya perlu merenung sejenak dengan pitutur luhur yang menyebutkan,

“Memayu hayuning bawana, ambrasto dhur angkoro” – bahwa hidup ini hendaknya selalu berusaha memperindah dunia dengan cinta kasih kepada sesama, serta memberantas segala sifat tercela yang akan merusak dunia.

Maju pilkada bertujuan mulia, yakni meraih kekuasaan untuk membangun daerahnya. Meningkatkan kesejahteraan untuk memuliakan warganya.

Jika untuk meraih kekuasaan saja sudah dengan cara tercela, bagaimana nanti menggunakannya.

Cara-cara tercela akan bukan eranya lagi, di tengah semakin meningkatnya pemilih cerdas dan berkualitas. Publik akan mencibir, kemudian mengalihkan pilihan kepada pasangan calon yang lebih santun dan rendah hati dalam visi dan misinya, bukan yang suka umbar janji.

Publik, utamanya pemilih muda lebih menyukai keteladanan, ketimbang sebatas pernyataan penuh sanjungan. Tentu keteladanan kebaikan, bukan keburukan dan penuh celaan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Pemilih era kini, lebih kritis, logis dan realistis.Itulah yang perlu disikapi oleh para pasangan calon, jika ingin memenangi kontestasi.

Banyaknya program kerja bukan menjadi ukuran, lebih-lebih jika nantinya sulit disasar.

Program kerja yang ditebar hendaknya sesuai nalar dan logika. Bukan yang muluk-muluk, mengawang-awang . Bukan pula menggantang asap. (Azisoko).

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.

Tags:
Deklarasi Kampanye Damaikampanye damaiPilkadacalon kepala daerahCakada

Administrator

Reporter

Ade Mamad

Editor