“Orang yang bermanfaat, jika mampu memberikan nilai tambah bagi orang lain. Kalau pun belum bisa kepada orang lain dan lingkungan sekitarnya, setidaknya bermanfaat bagi diri sendiri,”
-Harmoko-
Tidak dapat dipungkiri, bahkan menjadi sebuah kelaziman setiap orang ingin menjadi manusia hebat apapun profesinya. Akan menjadi legkap, jika selain hebat, juga bermanfaat.
Manusia hebat dan bermanfaat itulah yang saat ini sangat dibutuhkan untuk membangun negeri lebih baik lagi. Membangun bangsa dan negara menuju Indonesia Emas 2045, tak hanya membutuhkan manusia- manusia yang hehat, juga bermanfaat, sekaligus bermartabat.
Mengapa? Jawabnya karena menjadi manusia bermanfaat pasti hebat, sedangkan menjadi manusia hebat belum tentu bermanfaat.
Orang sukses itu hebat, orang pintar juga hebat, begitu pun orang kaya dan banyak harta. Tetapi, belum tentu bermanfaat jika kesuksesan yang diraih hanya untuk mengejar kesenangan diri sendiri, jika kepintarannya hanya untuk meraih prestasi bagi diri sendiri, harta yang berlimpah tidak dibelanjakan kepada jalan hal yang benar. Apalagi jika cara mendapatkan harta tersebut tidak benar.
Menjadi pejabat tentu hebat, apalagi pejabat publik yang diplih secara langsung oleh rakyat. Tetapi apakah jabatan itu bermanfaat? Jawabnya tentu sangat bermanfaat, jika kekuasaan yang dimiliki digunakan secara baik dan benar. Kekuasaan yang dimiliki dikembalikan kepada rakyat, digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk dirinya, keluarganya dan kerabatnya.
Sadar diri bahwa jabatan adalah amanah, yang harus dimanfaatkan demi memajukan bangsa dan negaram, menyejahterakan rakyat sebagaimana dimanatkan oleh undang-undang. Sebagaimana amanah rakyat yang telah memilihnya.
Pejabat yang demikian, itulah karakter pejabat yang hebat, bermaanfaat, sekaligus bermartabat alias menjunjung tinggi harkat kemanusian, memilik intergritas, etik dan moral yang tinggi sebagaimana nilai-nilai luhur budaya bangsa kita yang telah dilegalkan dalam falsafah Pancasila.
Itulah sebabnya, bukan hanya pejabat yang hendaknya berkarakter hebat, bermanfaat dan bermartabat, juga wakil rakyat, politikus, pebisnis dan profesi lainnya serta kita semua sebagai anak negeri.
Para pejabat dan elite politik menjadi penting, karena merekalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan rakyat. Bukankah pemimpin harus tampil di depan memberi teladan bagi rakyatnya–ing ngarso sung tulodo, seperti diajarkan Ki Hadjar Dewantara.
Meneladani dalam segala hal, tak hanya ucapan, lebih-lebih perbuatan. Aksi nyata lebih dibutuhkan, di era sekarang ini, utamanya untuk memiliki rasa empati, saling peduli dan berbagi dengan sesama, di tengah suasana tantangan ke depan yang masih berat.
Masih banyak rakyat yang hidupnya tersisihkan karena kebutuhan ekonomi. Masih puluhan juta warga hidup di bawah garis kemiskinan. Masih jutaan anak cerdas, tidak tertampung dalam sekolah yang berkualitas karena ekonomi keluarganya di bawah ambang batas kemakmuran.
Saling berbagi (memberi dan menerima) hendaknya dibarengi dengan keikhlasan dan ketulusan. Tentu, memberi bukan dengan kesombongan, begitu pun menerima bukan karena keterpaksaan.
Agama apa pun mengajarkan, idealnya, memberi karena niat baik membantu seseorang yang memang sedang membutuhkan, sehingga yang menerima pun akan bersenang hati, ikhlas menerimanya.
Para leluhur kita telah mengajarkan, bahkan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, antartetangga, antarkelompok, dan lebih luas lagi dalam berbangsa dan bernegara, yang kemudian dilegalkan dalam falsafah hidup bangsa, yakni Pancasila.
Memberi sejatinya merupakan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeuargaan dan kegotongroyongan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom 'Kopi Pagi' di media ini.
Itulah sebabnya dalam butir-butir dasar negara kita diminta hendaknya mengembangkan sikap untuk suka memberi pertolongan kepada orang lain dengan harapan orang yang ditolong tersebut dapat berdiri sendiri, setidaknya untuk sementara terkurangi beban dan masalahnya.
Itulah orang yang bermanfaat, yang bisa memberikan nilai tambah bagi orang lain.Kalau pun belum bisa kepada orang lain dan lingkungan sekitarnya, setidaknya bermanfaat bagi diri sendiri.
Kita dapat disebut bermanfaat, jika mampu mengangkat harkat orang lain. Mengangkat beban hidupnya, menempatkan pada porsinya, bukan malah menyingkirkan akibat beda pilihan dan dukungan.
Yang diperlukan saat sekarang adalah keteladan, lebih-lebih para pejabat negeri baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebab, di negara manapun keteladanan pemimpin adalah penting untuk memberi motivasi dan bukti.
Mari kita menjadi orang hebat, bermanfaat, sekaligus bermartabat. (Azisoko)