POSKOTA.CO.ID - Pakar Hukum Mahfud MD menilai, cara berhukum yang dijalankan di negara ini sudah rusak dan dirusak. Ini disampaikan dalam rangka menanggapi keluarnya Putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 23 tahun 2024, yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.
"Negara ini cara berhukumnya sudah rusak dan dirusak. Biar saja tambah busuk dan pada akhirnya pembusukan akan runtuh sendiri suatu saat. Kalau diteruskan silakan saja, lakukan saja apa yang kau mau lakukan, mumpung Anda masih punya posisi untuk melakukan itu. Tapi suatu saat itu akan memukul dirinya sendiri ketika orang lain menggunakan cara yang sama," kata Mahfud, dikutip dari kanal youtube Mahfud MD Official, Senin (10/6/2024).
Menurut mantan Cawapres itu, putusan MA tersebut salah. Sebab, putusan itu telah membatalkan satu isi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang sudah sesuai dengan undang-undang, tapi malah dinyatakan bertentangan dengan undang-undang melalui putusan MA.
Dalam ayat 1 pasal 7 Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, diatur bahwa untuk mencalonkan diri atau dicalonkan adalah hak setiap orang. Sedangkan pada ayat 2 disebutkan mengenai persyaratan untuk mencalonkan diri atau dicalonkan.
Adapun pada poin e ayat 2 pasal 7 UU 10/2016, diatur bahwa pada saat mencalokan diri harus sudah berumur minimal 30 tahun untuk calon gubernur atau wakil gubernur, dan 25 tahun untuk calon bupati atau wakil bupati serta wali kota atau wakil wali kota.
"Nah ini tiba-tiba dibatalkan karena katanya bertentangan. Dengan yang mana? Peraturan KPU sudah benar. Kalau memang itu mau diterima putusan MA tersebut, berarti dia membatalkan isi undang-undang," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Padahal, Mahfud menekankan, berdasarkan konstitusi, Mahkamah Agung tidak boleh membatalkan isi undang-undang.
"Ini sangat clear. Tidak ada kata pelantikan. Orang yang belajar sedikit saja ilmu perundang-undangan sudah pasti begitu jawabannya. Jadi ini jauh melampaui kewenangan (Mahkamah Agung)," tutur Mahfud.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Putusan MA nomor 23 tahun 2024, yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Putusan tersebut membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 9 tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
Dalam aturan sebelumnya, yakni pada PKPU 9/2020, dinyatakan bahwa persyaratan seorang calon kepala daerah adalah berusia 30 tahun untuk gubernur dan 25 tahun untuk bupati atau wakil bupati maupun wali kota atau wakil wali kota.
Adapun di dalam Putusan MA nomor 23 tahun 2024 yang membatalkan PKPU tersebut, ada tambahan yaitu usia 30 tahun yang dimaksud adalah pada waktu pelantikan.
Sorotan publik kemudian mengarah ke putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep.
Kaesang, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), belum genap berusia 30 tahun pada waktu Pilkada DKI Jakarta, dan dia baru menginjak usia 30 tahun pada saat pelantikan.
Publik menghubungkan Kaesang yang digadang akan dicalonkan menjadi wakil gubernur DKI Jakarta, mendampingi Budi Djiwandono, putra dari pasangan Sudrajad Djiwandono dan Biantiningsih Miderawati Djojohadikusumo.
Bianti adalah kakak kandung presiden terpilih RI, Prabowo Subianto. Itu artinya, Budi Djiwandono adalah keponakan Prabowo.
Putusan MA 23/2024 dinilai publik menyusul apa yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ketika Gibran Rakabuming Raka mau dijadikan sebagai calon wakil presiden.