Di sisi lain, tidak menutup mata masih banyaknya warga yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi. Mereka terpinggirkan bukan karena sedang diisolasi, tetapi beban hidup yang bertambah berat.
Kemiskinan ekstrem masih menjadi pekerjaan rumah terberat bagi pemerintahan mendatang. Mengingat selain masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia sebanyak 25,90 juta jiwa per Maret 2023, rendahnya ukuran garis kemiskinan per rumah tangga di Indonesia yang rata-rata sebesar Rp2.592.657. Di mana per rumah tangga rata-rata memiliki 4,71 orang anggota.
Maknanya, garis kemiskinan tercatat sebesar Rp550.458 /kapita/bulan. Jika angka ini di-update lebih tinggi lagi, jumlah warga miskin boleh jadi jumlahnya bertambah banyak.
Ini menjadi tugas berat, jika hendak menekan persentase angka kemiskinan menjadi 7 persen, atau lebih rendah lagi meski tidak dipungkiri angka kemiskinan secara bertahap terus menurun.
Membantu mereka yang sedang terhimpit kesulitan, bagian dari nilai kemanusiaan yang mestinya bisa diterapkan dalam semua aspek kehidupan sehari-hari, di semua tingkatan kehidupan, mulai keluarga, sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat.
Tidak hanya kepedulian terhadap mereka yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi, juga sosial politik pasca pemilu. Telah diyakini, stabilitas sosial politik menjadi pondasi dalam melancarkan program-program pembangunan.
Tanpa stabilitas, pelaksanaan program akan terhambat, sebagus apa pun desain telah dirancang, sebaik apa pun tim sudah dipersiapkan.
Itulah perlunya menyamakan persepsi, membangun semangat kebersamaan dan persatuan, serta kegotongroyongan, meski beda sikap politik, beda pilihan dan dukungan seperti disinggung pada awal tulisan ini.
Intinya, menyelaraskan semua kekuatan organisasi sosial dan politik (orsospol) dalam membangun negeri ini harus diteladani oleh para elite politik negeri ini atas dasar ketulusan dan keikhlasan, bukan keterpaksaan.
Boleh beda pola dan cara, tetapi satu tujuan yang sama, demi bangsa dan rakyat Indonesia. Bukan demi kepentingan dirinya, keluarganya, kelompoknya, kerabatnya, dan kekuasaannya.
Menyelaraskan berarti pula mampu menempatkan diri, kapan harus berbicara, mengkritik, menyampaikan aspirasi, apa yang pantas diaspirasikan dan kepada siapa disampaikan agar tidak salah arah dan sasaran, sepert dikatakan Pak Harmoko dalam kolom 'Kopi Pagi' di media ini.
Kapan pula harus bergerak dan bertindak demi kebaikan dan kemajuan, bukan keburukan dan kemunduran. Mari kita mulai dari diri kita sendiri. (Azisoko)