Pertemanan adalah segalanya, tetapi dalam hal-hal tertentu, tidak harus semuanya terbuka. Begitu pun dalam urusan pilihan hati alias sikap.
“Tetapi dalam kebersamaan adalah segalanya, termasuk makan bersama, ngobrol bersama saling sharing,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama.
“Kalau makan bersama biasa, tiap hari kita juga makan bersama. Tetapi biar beda, seminggu ini kalian yang bayarin,” tambah Yudi.
“Enak aja. Itu sih untung di loe, rugi di gue,” kata Heri.
“Loh sesama teman nggak boleh perhitungan. Kita harus saling membantu, saling memberi dan menerima. Itulah ajaran leluhur yang wajib kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Yudi.
“Jangan bawa-bawa ajaran leluhur. Saling menolong memang wajib adanya, tetapi siapa yang menolong, dan apa yang harus ditolong. Kalau orang sudah mampu apa perlu dibantu,” kata Heri.
“Udah nggak usah ribut. Hari ini saya yang traktir,” kata mas Bro menengahi.
“Wah ini baru namanya teman rela berkorban,” kata Yudi.
“Iya hari ini saja, besok gantian kalian yang traktir,” jawab mas Bro.
“Itu sih sama aja bohong,” kata Yudi.
“Itulah makna saling membantu bagi teman setara seperti kita. Kalau kita mau `niat membantu harus yang ada di bawah kita, jadi bantuan itu bermanfaat, bukan yang ada di atas kita. Ibaratnya jangan menggarami lautan,” kata mas Bro.
“Tapi kalau dalam urusan politik harus saling membantu juga dong,” kata Heri.
“Saling membantu, saling menghargai adalah nilai-nilai kebaikan yang perlu kita terapkan dalam semua sektor kehidupan. Intinya kalau bantuan itu bermanfaat, kenapa tidak,” jawab mas Bro.
“Termasuk bantuan politik,” tanya Heri.
“Jika itu bermanfaat bagi rakyat, mengapa tidak. Apalagi tujuan politik untuk kesejahteraan rakyat,” kata mas Bro.
“Okelah kalau begitu. Yang penting tulus dan ikhlas,” kata Heri.
“Setuju. Segala sesuatu harus didasari dengan ketulusan, bukan keterpaksaan,” kata Yudi. (Joko Lestari)