Ilustrasi judi online. (Pinterest/algamus)

Opini

Publik Terus Soroti Kasus Vina, Omset Judi Online Makin 'Terbang'

Selasa 28 Mei 2024, 05:07 WIB

JUDI online di Indonesia sudah masuk kategori darurat. Hari demi hari omset judi online makin terbang. Efeknya tak hanya menjadi “candu” bagi generasi muda, tapi juga menyebabkan ekonomi rakyat jadi lesu. 

Bayangkan, perputaran uang terkait judi online atau daring di Indonesia selama 2023 mencapai Rp327 triliun.

Disebut-sebut Indonesia merupakan negara dengan penjudi online terbesar di dunia. Mengapa judi online di Indonesia seperti dibiarkan? Apakah hal ini sengaja untuk memberi “mimpi” bagi masyarakat dari beban hidup yang makin berat? Atau, sengaja pemerintah “beternak” orang miskin untuk kepentingan politik?

Selama ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah membekukan lebih dari 5.000 rekening terkait judi daring ini. Toh, judi daring tak juga lenyap. Justru, mati satu, tumbuh seribu. Ganti nama dan ganti account. 

Uang judi daring ini masih terus mengalir. Pendek kata, OJK bisa memblokir, tapi tak bisa membuka atau membekukan rekening. Pembekuan rekening syaratnya harus ada permintaan dari aparat penegak hukum.

Di lapangan, modus judi daring terus berkembang dengan ragam inovasi penawaran. Bahkan, disinyalir, permainan judi daring ini dirancang mempunyai daya jerat kuat secara psikologis. Dibuat kecanduan pelakunya, dan terus-menerus untuk memainkan judi daring ini.

Sejalan dengan itu, penawaran pinjaman online (pinjol) juga langsung menyergap para pejudi. Namanya pejudi, kalaupun sudah kalah tetap akan kalap, meski itu modalnya dari pinjol yang berbunga mencekik. Kalah judi lalu ambil pinjol, maka malapetaka telah terjadi pada generasi-generasi muda.

Bagi sebagian orang, judi daring ini boleh jadi obat pelipur lara dan diharapkan dapat mewujudkan mimpi hidup lebih baik. Sebab, korban-korban judi daring ini lebih banyak dari masyarakat kelas bawah yang tercekik kemiskinan, meski ada juga anak-anak kelas menengah.

Masyarakat kelompok inilah yang lebih mudah atau rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Mereka, kaum miskin, dihibur dengan mimpi berupa judi daring agar mudah “diternakkan” untuk kepentingan politik.

Untuk lebih mudah memberantas judi daring ini dari sistem perbankan, rekening-rekening bank yang diindikasikan judi daring sebaiknya langsung diblokir dan dananya disita untuk negara. Tak main-main, dari laporan PPATK, dana terkait aktivitas judi daring ini mencapai Rp327 triliun.

Rekening-rekening (virtual account) itu tersebar di bank-bank di Indonesia. Langkah memutus ekosistem judi daring ini bisa dimulai dari rekening bank-bank dan ekosistem judi daring secara menyeluruh. Untuk itu, bank-bank juga harus diberi payung hukum yang kuat. Jangan sampai pemblokiran dan pembekuan rekening bank justru malah menimbulkan masalah baru di masa-masa yang akan datang.

Benar, memberantas judi daring ini tidak bisa dilakukan sendiri. Selain dari bank, setidaknya perlu dibuat ketentuan bahwa merchant dilarang memfasilitasi layanan top up untuk judi. Tak hanya merchant, pelaku usaha sektor keuangan juga dilarang memfasilitasi judi daring. Lebih ketat kepada penyelenggara transfer dana dan payment gateway. Bahkan, penyelenggara e-money perlu melakukan due diligence untuk voucer games. (*)

Tags:
Judi onlinepinjolppatkojk

Administrator

Reporter

Aminudin AS

Editor