JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana menegaskan jurnalisme investigasi tidak mengganggu proses penyelidikan dan penyidikan aparat penegak hukum.
"Sama sekali tidak ada yang terganggu," kata Ketut kepada wartawan pada Jumat, 17 Mei 2024.
Ketut menjelaskan, ada dua peran berbeda terkait penyiaran dan publikasi, yakni publikasi dan pro justitia.
"Perannya kan beda, yang satu publikasi dan yang satu Pro Justitia," ucapnya.
Bahkan Ketut menambahan, kerap mendapatkan informasi tambahan dari media yang menerbitkan produk investigasi.
"Bahkan kami sering mendapatkan tambahan informasi justru dari media," ungkapnya.
Sementara berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran atau RUU Penyiaran, Pasal 50B Ayat (2) huruf c disebutkan terkait penayangan ekslusif media investigatif yang berbunyi: Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:...(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Dewan Pers Tolak RUU Penyiaran Terbaru
Dewan Pers menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah dalam pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menerangkan penolakan itu lantaran RUU itu mengakibatkan produk jurnalistik tidak merdeka.
"Dewan Pers dan konstituen menolak sebagai draft yang mencerminkan pemenuhan hak konstitusional negara untuk mendapatkan informasi sebagai mana yang dijamin dalam UUD 45," ucapnya dalam keterangan resmi pada Selasa, 14 Mei 2024.
Ninik menilai RUU Penyiaran yang tengah bergulir di DPR ini bisa mencederai karya jurnalistik. Apalagi, pada draf RUU Penyiaran, ada pasal yang memberi larangan pada media investigatif.
Ia berujar hal ini akan berdampak terhadap produk pers yang justru malah akan menjadi produk pers yang tidak lagi independen dan profesional.
"Dalam konteks pemberitaan, Dewan pers berpandangan perubahan ini jika diteruskan, sebagian aturan-aturannya, akan menyebabkan pers menjadi produk pers yang buruk," ungkapnya.
Ninik menyoroti soal draf RUU yang menjelaskan penyelesaian akan dilakukan oleh lembaga tidak mempunyai kewenangan terkait produk jurnalistik.
Adapun dalam draf RUU Penyiaran terbaru Pasal 8A ayat (1) huruf q disebutkan jika Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus bidang penyiaran.
"Padahal, mandat penyelesaian karya jurnalistik itu ada di Dewan Pers, dan itu dituangkan dalam undang-undang," ucapnya. (Pandi)
Dapatkan berita pilihan editor dan informasi menarik lainnya di saluran WhatsApp resmi Poskota.co.id. GABUNG GRATIS DI SINI.