“Kita membutuhkan pemimpin yang bisa membaca zaman, yang bisa mewujudkan impian masyarakat dan rakyat yang dipimpinnya, menuju negara yang sejahtera adil dan makmur. Aman damai.”
-Harmoko-
Dua hari lagi, pemilu serentak (pilpres dan pileg) segera digelar. Tepatnya, 14
Februari 2024, lebih dari 204 juta penduduk Indonesia akan mendatangi 823.220 tempat pemungutan suara (TPS) untuk menentukan pemimpin bangsa.
Pada hari Rabu Legi itu, bangsa Indonesia akan menggunakan hak suaranya, tak hanya memilih presiden dan wapres periode 2024-2029. Juga memilih 580 anggota DPR-RI, 2.372 anggota DPRD Provinsi, 17.510 anggota DPRD Kabupaten/Kota serta 152 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk periode yang sama.
Kita tidak bisa mendahului takdir, siapa pasangan capres – cawapres yang bakal dipilih rakyat, mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin bangsa dan negara kita lima tahun ke depan.
Kita tidak juga bisa memastikan apakah pilpres akan berjalan satu putaran atau dua putaran. Yang pasti, yang akan menjadi presiden dan wakil presiden adalah yang paling banyak dipilih oleh rakyat.
Siapa yang akan memenangkan pilpres? Jawabnya kita hanya bisa memprediksi,
menduga atau mengira – ngira. Hasil nyata didapatkan setelah pemungutan suara dilakukan.
Rakyat bebas memilih sesuai dengan hati nuraninya, apakah pasangan capres –
cawapres nomor urut 1,Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar, paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, atau paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo- Mahfud MD.
Kita meyakini rakyat akan memilih calon pemimpin yang terbaik, di antara kandidat yang terbaik. Ketiga paslon tersebut adalah tokoh – tokoh hebat dan pilihan, hasil seleksi ketat dari para partai pengusung, setelah melalui serangkaian kajian, evaluasi,
kontemplasi dan masih banyak lagi dengan segala kelebihan dan kekurangan.
Rakyat tentu berharap mendapatkan sosok pemimpin yang hanya memiliki kelebihan, tanpa ada kekurangan dalam segala aspek. Pemimpin yang tanpa cacat dan cela, bebas skandal, jika memungkinkan sempurna dalam segalanya, meski itu sulit mencarinya.
Kita patut menghargai, jika rakyat menetapkan standar tinggi kepada calon pemimpinnya. Yang tidak saja soal kemampuannya, komitmennya, konsistensinya dalam membawa kemajuan bangsa dan negara, menyejahterakan rakyatnya. Ada tuntutan integritas dan moralitas.
Tuntutan itu sebagai hal yang sewajarnya, karena seorang pemimpin adalah cermin dari masyarakat dan wakil dari sebuah negeri. Di pundaknya beban ditanggungkan, dan aspirasi diwakilkan serta nasib bangsa dipertaruhkan.
Cukup banyak para ahli mendefinisikan bagaimana ciri-ciri pemimpin yang diharapkan. Negeri kita juga kaya akan filosofi kepemimpinan yang telah diajarkan oleh leluhur kita.
Ada yang disebut ajaran Asta Brata - delapan simbol alam semesta - bagi seorang pemimpin. Dimaksudkan seorang pemimpin harus mampu meniru watak bumi, air,angin, matahari, bintang, bulan, gunung, api.
Bumi misalnya, sebagai sumber kehidupan, memberi kehidupan bagi rakyatnya. Air mengalir dari atas ke bawah tiada henti.Angin akan berhembus ke segala arah, tanpa diskriminasi. Begitu juga sifat matahari, bintang, bulan, gunung dan api.
Dikenal juga falsafah kepemimpinan Tribrata, falsafah kepemimpinan Gadjah
Mada, falsafah kepemimpinan Sultan Agung yang diungkapkan lewat Serat
Sastra Gendhing.
Dalam Serat Sastra Gendhing misalnya memuat 7 amanah. Satu di antaranya
berbunyi:bahni bahna amurbeng jurit - seorang pemimpin harus selalu berada
di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran.
Falsafah kepemimpinan yang disebutkan tadi, sejatinya menjadi tuntunan bagi calon pemimpin atau pun seseorang yang telah menjadi pemimpin di level manapun, utamanya pemimpin negeri.
Cukup beralasan jika ciri – ciri kepemimpinan dimaksud menjadi tuntutan bagi
rakyat. Tidaklah berlebihan juga, jika menjadi rujukan dalam memilih calon pemimpin bangsa, dengan menelisik jejak kepemimpinannya.
Namun, hendaknya kita bersikap bijak dengan tak berlebihan menuntut dari seorang pemimpin. Mengingat, dalam sosoknya sebagai manusia tak ada orang yang sempurna, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Meski begitu, di tengah perubahan dunia yang semakin cepat, kita membutuhkan pemimpin yang bisa membaca zaman, yang bisa mewujudkan impian masyarakat dan rakyat yang dipimpinnya, menuju negara yang sejahtera adil dan makmur. Aman damai. (Azisoko)