“Agama apa pun mengajarkan kepada kita agar selalu berbuat baik, dalam arti
berlandaskan kepada nilai- nilai moral dan akhlak mulia.”
-Harmoko-
BERBICARA pendidikan terkait erat dengan upaya membangun sumber daya
manusia (SDM) berkualitas. Semakin berkualitas SDM sebuah negeri, akan
semakin tangguh dan kuat negeri tersebut.
Cukup beralasan jika dikatakan maju mundurnya sebuah negara ikut ditentukan oleh kualitas pendidikan bangsanya. Kita bisa saksikan kualitas pendidikan di negara maju berbanding lurus dengan kemajuan yang dicapai negeri tersebut.
Begitu juga di negara berkembang, kualitas pendidikannya berada pada tahapan
sedang berkembang. Boleh jadi cukup lama pada level “berkembang” bilamana
kebijakan negara tersebut dalam mengelola pendidikan acap berubah. Sehingga
dikenal sebagai negara yang ganti pejabat, ganti kebijakan.
Begitu pentingnya peran pendidikan, sehingga para founding father telah
mengamanatkan kepada negara wajib hadir memberikan perlindungan kepada
warganya untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.
Memberikan bekalkepada setiap warganya agar memiliki kemampuan berkompetisi di dunia. Kewajiban negara ini sudah terukir secara jelas dan tegas sebagaimana bunyi
pasal 31 UUD 1945 yang mengatur pendidikan nasional mulai dari sistem
pendidikan yang perlu dibangun, sistem penganggaran hingga hasil akhirnya
membentuk manusia cerdas yang beriman dan bertakwa.
Lebih rinci lagi, tujuan akhir dari pendidikan bukan hanya membuat peserta
didik menjadi pintar dan pandai di bidang akademik. Tidak hanya berilmu,
cerdas, tetapi bagaimana membangun manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Membangun manusia yang berakhlak mulia,cakap, kreatif , mandiri dan
menjadi manusia demokratis dan bertanggung jawab, sebagaimana bunyi pasal
3 UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Masih dalam UU tersebut, dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Membentuk bangsa yang bermartabat inilah menjadi poin penting era kekinian
agar bangsa kita tidak tercabut dari akar budaya bangsa yang telah dikristalkan
melalui butir – butir pengamalan Pancasila sebagai falsafah kita.
Disebut bangsa bermartabat tidak sebatas pandai dan berilmu, cerdas dan
berkualitas, tetapi memiliki integritas dan moralitas.
Berintegritas berarti memiliki karakter kuat, teguh mempertahankan prinsip,
memiliki pribadi yang jujur, taat asas, norma dan etika menjadi dasar yang
melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.
Sedangkan moralitas adalah memberi manusia aturan, nilai – nilai tentang baik
dan buruk, perbuatan benar atau salah, berhubungan dengan etiket, adat sopan
santun.
Moralitas memberi panduan bagaimana berucap, bertutur kata dan berbuat yang
baik dan benar, penuh etika, saling menghormati dan menghargai. Melalui moralitas bagaimana menuntut hidup lebih harmoni dari lingkup
terkecil, lingkungan RT/RW hingga nasional sebagai bangsa.
Nilai-nilai moral sejatinya menjadi tanggung jawab bersama untuk dijalankan
karena bersumber dari agama dan budaya bangsa kita.
Lebih-lebih soal integritas dan moralitas, belakangan kerap disinggung oleh
para elite politik. Utamanya soal etika acap menjadi bahan gunjingan dan
kritikan bagi para elite kepada lawan politiknya.
Ini satu sisi fungsi pendidikan dalam membangun membentuk manusia
berkarakter, bangsa yang bermartabat dengan menjunjung tinggi nilai –nilai
integritas dan moralitas.
Ini hendaknya menjadi fokus bagi pemerintahan baru hasil pilpres 2024, siapa
pun presiden yang diberi mandat oleh rakyat.
Ciri- ciri orang yang mulia, bermartabat, memiliki integritas moral yang tinggi
akan terlihat dari perilaku sehari - hari atas ucapan, halus batin dan
perbuatannya, keluhuran budi pekertinya.
Pendidikan budi pekerti dan mental spiritual, yang di dalamnya terdapat etika
dan norma, menjadi sebuah pembelajaran dimulai dari lingkup terkecil, yakni
keluarga, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media
ini.
Agama apa pun mengajarkan kepada kita agar selalu berbuat baik, dalam arti
berlandaskan kepada nilai- nilai moral dan akhlak mulia.
Filosofi Jawa pun mengajarkan ajining dhiri soko lathi lan budi -berharganya diri pribadi seseorang tergantung pada ucapan dan budi pekertinya,
akhlaknya. (Azisoko).