Ilustrasi Pemilu 2024 (foto/ist)

Opini

Cawe-cawe Politik

Jumat 09 Jun 2023, 06:00 WIB

Oleh: Gus Miftah, Wartawan Poskota

CAWE-cawe. Dua kata ini lagi trending.

Banyak orang mendadak 'latah' ikut menyebut cawe-cawe.

Ini terjadi setelah Presiden Jokowi menyatakan akan cawe-cawe dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Cawe-cawe berasal dari bahasa Jawa.

Artinya, ikut campur menangani sesuatu.

Dalam konteks pekerjaan, cawe-cawe memiliki makna yang positif. Ikut membantu.

Namun dalam konteks politik, cawe-cawe bisa dimaknai sebagai ikut campur.

Di sini, Presiden Jokowi bisa dianggap tidak netral.

Karena itu, pernyataan ini tidak lazim dilontarkan oleh kepala negara di dalam negara demokratis.

Kendati dibungkus dengan alasan ‘demi bangsa dan negara’.

Karena cawe-cawe Jokowi dalam menentukan penerusnya, akan berdampak pada netralitas institusi.

Cawe-cawe Jokowi ini dapat membuat garis pemisah antara kekuasaan eksekutif dan lembaga negara lainnya menjadi kabur.

Pemerintahan yang seharusnya netral dalam memfasilitasi pemilihan dan menjamin proses demokratis, menjadi terlihat tidak objektif.

Hal ini dapat merusak integritas lembaga negara.

Selain itu, cawe-cawe Jokowi juga mengurangi pluralitas dan partisipasi warga negara.

Sebab, demokrasi yang sehat meminta masyarakat menentukan pemimpinnya sendiri sesuai preferensi mereka.

Jika Presiden punya pengaruh besar dalam menentukan calon, maka pilihan politik warga negara seakan dirampas.

Cawe-cawe Jokowi juga turut berdampak terhadap munculnya kekhawatiran atas kekuasaan yang berlebihan.

Cawe-cawe Jokowi akan menciptakan preseden yang berbahaya, karena Presiden nampak punya kendali penuh terhadap proses politik dan pemilihan.

Cawe-cawe Jokowi juga akan merusak kepercayaan publik terhadap proses pemilihan serta integritas lembaga negara.

Tak hanya itu, cawe-cawe Presiden dalam menentukan Capres, memunculkan risiko terjadinya stagnasi politik.

Pasalnya, sejumlah calon yang punya visi baru, gagasan inovatif, atau perspektif yang berbeda, bakal terhalang oleh pengaruh Presiden yang ikut cawe-cawe.

Hal ini tentunya dapat menghambat perkembangan demokrasi dan mencegah perubahan yang diperlukan masyarakat, yang terus berubah dan dinamis.

Potensi abuse of power alias penyalahgunaan kekuasaan tak luput dari potensi masalah yang ditimbulkan akibat cawe-cawe.

Karena itu, Presiden Jokowi mestinya netral.

Indonesia masih membutuhkan kekuasaan Presiden dan negara yang netral.

Sebab sistem Pemilu kita masih lemah, yang bisa berpotensi tergelincir pada Pemilu partisan. (*)

 

 

 

Tags:
pilpres 2024Cawe-cawe Politikpemilu 2024Opini

Administrator

Reporter

Administrator

Editor