Gandum Yang Kurangi Risiko Kanker Dalam Proses Pengembangan

Jumat 31 Mar 2023, 08:00 WIB
Gandum

Gandum

INGGRIS, POSKOTA.CO.ID - Persetujuan diberikan Pemerintah Inggris guna pengembangan gandum yang gennya telah diedit.

Diperkirakan persetujuan datang pada bulan ini.

Para ilmuwan mengatakan berhasil memproduksi gandum semacam itu yang secara substansial mengurangi senyawa yang berisiko memicu kanker pada makanan yang dimasak.

Rothamsted Research, salah satu lembaga pertanian tertua di Eropa melakukan penelitian mengenai gandum di Hertfordshire, tidak jauh dari London ibu kota Inggris.

Para peneliti di sana bermaksud untuk mengedit gen gandum yang dapat menghasilkan senyawa yang disebut asparagin. Senyawa yang secara alami terbentuk pada tanaman ini penting untuk kesehatan tanaman dan mengatur penyimpanan nitrogen.

Namun ketika gandum diproses menjadi tepung dan kemudian diolah menjadi produk-produk yang dipanggang seperti roti maka asparagin berubah menjadi senyawa lain yang disebut akrilamida yang dalam jumlah sangat besar dapat memicu kanker.

“Jadi apa yang kami coba lakukan adalah mengurangi kadar asparagin di dalam butiran gandum,” ucap Nigel Halford yang memimpin penelitian di Rothamstead.

Dia melanjutkan,”Ini artinya lebih sedikit akrilamida yang terbentuk dalam roti dan semakin sedikit lagi ketika roti itu dipanggang. Begitu pula pada sereal untuk sarapan dan produk-produk camilan seperti biskuit.”

Asparagin juga terkandung dalam makanan bertepung seperti kentang dan umbi lainnya. Industri makanan terkejut mengetahui fakta tersebut karena senyawa ini sebetulnya bahan kimia yang biasa digunakan ahli biokimia.

Sejauh ini berbagai penelitian yang mengaitkan akrilamida dengan efek negatif tertentu seperti kanker terbatas pada percobaan dengan hewan. Penelitian itu juga menggunakan akrilamida dengan dosis sangat tinggi dan diberikan untuk periode yang jauh lebih singkat.

Nathan Davies dari Institut Kesehatan Hati dan Pencernaan di Universitas Kolese London menjelaskan mengapa akrilamida mungkin meningkatkan risiko kanker.

“Ini karena akrilamida di dalam makanan kita melewati proses di dalam tubuh dan berubah menjadi bahan kimia lainnya. Bahan kimia ini berinteraksi dengan DNA kita. Hal-hal yang berinteraksi dengan DNA di dalam sel-sel kita menimbulkan gangguan dan ketika itulah sel-sel menjadi sel kanker,” ujarnya.

Dia menambahkan,”Semakin banyak kita mencerna akrilamida, semakin besar peluang DNA dan kita sendiri terimbas, kemudian meningkatkan risiko kanker kita.”

Nigel Halford menjelaskan tentang proses mengedit gen yang disebut CRISPR. Satu bagian jaringan gandum yang sangat kecil dibiakkan di cawan petri. Satu pistol gen digunakan untuk menembak DNA di dalam jaringan tersebut. Proses ini menghilangkan sifat genetik dari DNA yang berbeda dengan makanan hasil rekayasa genetika.

Makanan hasil rekayasa genetika sejauh ini tidak diizinkan dikonsumsi di Uni Eropa atau Inggris. Tetapi Nigel Halford menyebutkan sekarang ini Inggris dan Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk mengubah tolok ukur banyaknya akrilamida yang diperbolehkan dalam makanan.

Undang-Undang yang akan mengizinkan produksi komersial gandum dengan gen yang diedit telah mencapai tahap akhir di parlemen Inggris. Legislasi tersebut sedang menunggu persetujuan kerajaan.

Nigel Halford menjelaskan bukan hanya kandungan akrilamida yang akan menentukan apakah tanaman itu layak dikembangkan lebih lanjut. Timnya juga memperhatikan hasil panen dan kandungan protein biji-bijian yang mereka produksi. Nantinya petani hanya akan mengadopsi tanaman yang mereka yakini memenuhi semua hal tersebut. Dia menerangkan sejauh ini hasilnya baik.

Nigel Halford mengungkapkan,“50 persen pengurangan asparagin dan 50 persen pengurangan akrilamida di tepung yang dipanaskan benar-benar hasil yang positif dan menggembirakan. Tetapi uji coba lapangan ini baru berjalan satu tahun.”

“Kami harus mengetahui hasilnya dalam hal hasil panen, kandungan protein, sesuatu yang perlu waktu bertahun-tahun sebelum membuat gandum jenis ini tersedia bagi para pembudidayanya,” pungkasnya. ***

(Associated Press)

News Update