Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Perlu Penguatan Lembaga Parpol

Kamis 05 Jan 2023, 15:50 WIB

Oleh: Dimas Azisoko

“Mengembalikan pileg dengan sistem proporsional tertutup  mensyaratkan penguatan lembaga parpol. Tanpa itu, apapun bentuk pemilihan akan diwarnai tarik menarik kepentingan yang tak hanya merugikan parpol, juga rakyat.”
-Harmoko -
 

Setahun yang lalu, tepatnya 2 Desember 2021, saya pernah mengulas sistem pemilu legislatif ( pileg) via parpol,  artinya untuk memilih wakil rakyat baik di DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, rakyat cukup memilih parpolnya, tidak perlu mencoblos langsung nama caleg yang diajukan partainya.

Kini, pemilu legislatif  kembali menjadi perbincangan di kalangan elite politik. Mencuat usulan sistem sistem proporsional tertutup kembali diterapkan pada pemilu 2024 ini. Maknanya sama, rakyat cukup mencoblos partainya, bukan calon anggota legislatif, yang dalam kertas suara akan berderet hingga puluhan nama untuk satu partai.

Jika sistem ini diterapkan, kertas suara akan terdiri satu lembar untuk masing – masing caleg DPR Pusat, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Dalam kertas suara hanya akan tertera nama – nama parpol. Kecuali kertas suara dilengkapi dengan nama – nama caleg di setiap dapil (daerah pemilihan).

Setiap sistem tentu memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positif akan lebih memihak, jika dampak negatif dapat dicegah melalui penguatan sistem yang dirumuskan sedemikian rupa. Sering menjadi catatan ataupun bahasan para ahli, termasuk disadari para elite parpol bahwa pileg langsung banyak menuai kritikan. 

Biaya tinggi menjadi salah satu catatan yang berdampak kepada persaingan kapital ( uang) yang berujung kepada money politics – politik transaksional.

Dengan proporsional terbuka ( mencoblos caleg) membuat setiap caleg berlomba agar dapat terpilih sehingga menguras kocek cukup dalam. Sejumlah survei menyebutkan untuk maju sebagai caleg, miliaran rupiah harus digelontorkan untuk membiayai sosialisasi, kampanye, dan menyerap aspirasi guna meraih simpati.

Mereka yang memiliki kemampuan finansial, lebih berpeluang memperoleh banyak suara, sedangkan kader partai yang merangkak dari bawah (melulu perjuangan) akan kalah suara dari kader karbitan hanya karena popularitas, memiliki segudang fasilitas serta aksesibilitas ke semua jaringan.

Ini yang disebut kanibalisme politik, sesama calon dalam satu partai, satu dapil saling menjegal.


Di sisi lain,pemilu berbiaya mahal berkorelasi menyuburkan korupsi dan manipulasi. Logika sederhana, karena biaya yang dikeluarkan sangat mahal, maka setelah terpilih bagaimana caranya mengembalikan modal hingga tergoda korupsi karena peluang terbuka lebar.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan sejak tahun 2004 hingga 2020, tercatat 274 anggota DPR dan DPRD terjerat korupsi. Dan,masih puluhan lainnya di tahun 2021 dan 2022.

Ini fakta, korupsi politik dan politik transaksional masih terjadi hingga kini, di setiap pemilu, akan selalu hadir politik uang, sponsor politik yang dapat menjerat wakil rakyat dalam merumuskan kebijakan tak lepas dari sentuhan  oligarki.

Menjadi persoalan, dengan pemilu proporsional tertutup, dinilai banyak pihak akan memundurkan demokrasi.Argumen ini masih menimbulkan perdebatan. Di satu sisi, demokrasi tak melulu diukur dari pemilihan secara langsung, popular vote. Sistem penyelenggaraan pemilu yang berlangsung baik, dapat memajukan bangsa dan negara, sedikit menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan rakyat,  bisa menjadi parameter.

Di sisi lain pemilihan melalui sistem perwakilan sebagai perwujudan dari sila keempat Pancasila, yakni “Kerakyatan yang oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.

Hanya saja, mengembalikan pileg kepada parpol mensyaratkan adanya penguatan lembaga parpol itu sendiri. Tanpa penguatan lembaga parpol, apapun bentuk pemilihan akan diwarnai tarik menarik kepentingan yang tak hanya merugikan parpol, juga rakyat.

Disinilah pentingnya rekrutmen keanggotaan dan kaderisasi mulai dari level terendah. Penguatan parpol harus dimulai dari akar rumput. Pembentukan kader berkualitas dan berintegritas harus pula dimulai dari level ini, begitu juga pemilih loyalitas seperti sering disampaikan pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Pada level inilah,kader dapat membangun komunikasi politik sambung rasa dengan masyarakat untuk memahami problematik masyarakat, lebih mencermati kebutuhan riil masyarakat, sekaligus problem solvingnya.

Satu hal yang wajib ditorehkan kader adalah karya nyata untuk kemajuan masyarakat sekitar. Ini bukan karena menjelang pemilihan, tetapi terus menerus. Hindari banyak bicara tanpa karya nyata. Ibarat pitutur luhur “ Kakehan gludhug, kurang udan” – Terlalu banyak bicara tapi minim usaha. Satu aksi lebih baik daripada sejuta kata.

Itulah yang disebut partai kader, berbuat sepanjang masa, bukan karena akan ada pemilu.Kinerja kader akan diuji masyarakat. Kelembagaan parpol pun dengan mudah dapat mengevaluasi, kader mana yang dicintai dan tidak dicintai rakyat. Kader mana yang layak mewakili rakyat. Merit system berjalan.(Azisoko)

Tags:
Kopi Pagiharmokolembaga parpol

Administrator

Reporter

Novriadji

Editor