Di Saat Pemerintah Terdegradasi, Teror Bom Terjadi

Rabu 14 Des 2022, 05:58 WIB
Teror (Ilustrasi)

Teror (Ilustrasi)

Teror merupakan salah satu cara politis menggunakan  kekerasan  untuk mencapai tujuan. Tentu saja targetnya adalah kekuasaan.

Ketika tidak mampu secara gerakan sosial, mereka memilih dengan cara teror.

Salah satu yang efektif adalah dengan mendegradasi stabilitas keamanan negara.

Tujuan pelaku teror  ada dua. Tujuan jangka pendek dan panjang.

Ketika masih posisi lemah, teror menjadi alat untuk menggoyahkan kekuasaan yang ada.

Kendati masih sekadar tingkat mengganggu, namun aksi terorisme tidak bisa dibiarkan. Karena bak cendawan di musim hujan, bila tak ada antisipasi, maka  akan meluas.

Sel-sel kelompok terorisme masih ada. Bahkan terus bergerak. Target mereka bisa saja kontra ideologis. Umumnya memang seperti ini.

Bom bunuh diri di Astana Anyar Bandung beberapa pekan kemarin kemungkinan hanya gerakan kecil. Ada gerakan besar yang bisa saja sedang dirancang.

Aksi teror kecil itu terjadi lantaran gerakan mereka menyempit. Untuk melakukan lebih besar lagi masih agak sulit.

Dari informasi yang beredar, pesan yang disampaikan dari teror itu sebagai  perintah pada sel-sel organisasi bawah tanah  terkait pengesahan RUU KUHP.

Ada  indikasi teror bom bermuatan politik karena bersamaan dengan aksi demonstrasi menolak pengesahan RUU KUHP yang pro kontra tersebut.

Teror hanya pemicu. Berhasil atau tidaknya untuk mencapai target bisa saja berupa spekulasi.

Para teroris berharap, bersamaan dengan aksi besar-besaran penolakan RUU KUHP, bisa memberi perlawanan lebih keras pada pemerintah.

Sasaran pada aparat kepolisian secara sengaja untuk semakin mendegradasi kredibilitas yang memang sedang tergerus karena banyaknya kasus.

Mulai dari kasus Ferdy Sambo, dugaan kasus narkoba Teddy Minahasa Putra, kasus tambang dan kasus remeh temeh aparat kepolisian yang kerap viral di media sosial.

Teror bom  mengindikasikan pendekatan program deradikalisasi belum efektif. Sehingga mantan narapidana tidak butuh lama untuk  kembali ke jaringan teror.

Bahkan, mereka dengan mudahnya bisa merekrut 'pengantin baru' untuk menjadi pelaku bom bunuh diri.

Perlu diingat, teror tak sekadar hanya meledakkan bom semata. Kaderisasi   'calon pengantin' , menyebarkan hoaks dan fasilitasi aksi politik juga bagian dari rancangan teror yang sewaktu-waktu diledakkan.

Paska bom Astana Anyar, jaringan teroris melakukan serangkaian langkah pengamanan diri.

Mulai dari  tiarap, menghindari penangkapan, membangun narasi pada kedzoliman pemerintah, menggencarkan cyber army aktif di media sosial dengan mengunggah kasus-kasus di pemerintah.

Sehingga berita bom diasosiasikan sebagai respon atas pemerintah yang kehilangan legitimasinya.

Kelompok  jaringan dan simpatisan juga berusaha mempengaruhi opini publik bahwa   teror bom tidak terafiliasi agama, namun karena respon rakyat yang termarjinalisasi. (Kurniawan)

News Update