JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo menegaskan Undang-undang Hukum Pidana (UU KUHP) yang telah disahkan, akan berlaku efektif tahun 2025.
"Itu akan mengalami masa transisi tiga tahun, dan berlaku efektif pada tahun 2025," terang Bamsoet panggilan akrabnya di Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Bamsoet menjelaskan setelah sekitar 104 tahun menggunakan KUHP warisan produk Belanda yang dimulai pada tahun 1918, melintasi 7 periode kepemimpinan presiden Indonesia dan 14 periode DPR RI, akhirnya Indonesia bisa memiliki UU KUHP yang dihasilkan sendiri oleh anak bangsa.
"Saat saya memimpin DPR RI di periode 2018-2019, pembahasan RUU KUHP sudah hampir selesai. Namun karena waktu periode DPR RI sudah hampir berakhir, akhirnya pembahasan tersebut di carry over dan dilanjutkan oleh DPR RI periode 2019-2024," papar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini juga mengatakan dalam setiap pembahasan RUU KUHP, pemerintah dan DPR RI senantiasa mengedepankan prinsip transparan, teliti, dan partisipatif.
Sehingga sudah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan publik.
Ia mengutarakan sebagaimana keberadaan UU lainnya, seiring perjalanan waktu, UU KUHP bisa jadi akan mengalami berbagai penyempurnaan, menyesuaikan kebutuhan bangsa.
"Tidak sekedar menjadi momen historis karena Indonesia memiliki KUHP sendiri, keberadaan UU KUHP juga harus menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan pidana di Indonesia melalui perluasan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana," katanya.
Bamsoet menjelaskan setidaknya terdapat tiga pidana yang diatur, yaitu pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus.
Bamsoet menyatakan keberadaan pasal-pasal di UU KUHP yang banyak disoroti publik seperti pasal pidana 'kumpul kebo', pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis, sebetulnya telah melalui kajian berulang secara mendalam antara pemerintah dan DPR dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat.
Karena itu, penentangan dari pihak asing, khususnya di pasal 'kumpul kebo', tidak perlu dikhawatirkan.
Karena keberadaan pasal tersebut telah sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, serta sesuai dengan kultur budaya dan ajaran dari berbagai agama yang dipeluk bangsa Indonesia.
"Jika kini berbagai pasal tersebut masih mendapatkan sorotan publik, maka pemerintah dan DPR RI perlu memasifkan lebih gencar lagi sosialisasi UU KUHP tersebut ke berbagai kelompok masyarakat.
"Seandainya masih ada yang tidak puas dengan keberadaan UU KUHP, masyarakat bisa menggunakan hak konstitusinya untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). (johara)