Video viral Presiden Jokowi menolak pelukan dari Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.(Tangkapan layar)

Sental-Sentil

Ekspresi Jokowi Menolak Pelukan Surya Paloh, Sinyal Buat Nasdem Segeralah Hengkang dari Lingkar Kekuasaan

Minggu 23 Okt 2022, 16:32 WIB

BERPELUKAN merupakan salah satu bentuk ungkapan rasa sayang secara universal. Sikap umum  ini berlaku di seluruh dunia. Tak mengenal umur, ras, strata dan kalangan.

Yang pasti, bahasa tubuh sederhana ini selalu dibutuhkan saat meluapkan emosi di antara dua orang atau lebih. Emosi sebagai bentuk rasa senang, bahagia, bahkan sedih. 

Biasanya, pelukan  kerap dilakukan sepasang kekasih. Tak menutup kemungkinan juga pelukan dilakukan oleh sesama jenis. Atau antara orangtua dan anaknya. Anak dan saudaranya. Dan lain sebagainya. 

Bisa sebagai rasa persaudaraan, saling memaafkan, bisa juga bentuk seiya dan sekata dalam kondisi emosi lainnya. 

Aktivitas yang melibatkan dua dua orang ini dilakukan dengan cara menempatkan lengannya pada leher, punggung atau pinggang. Antara satu dengan lainnya saling mendekap erat. 

Menolak untuk melakukan pelukan juga sebuah ekspresi. Bahasa tubuh yang menunjukkan ada yang tak nyaman dari seorang yang menolak untuk dipeluk. Tentu saja ada kekecewaan dari orang yang berusaha untuk memeluk.

Seperti video yang viral dan beredar belakangan ini. Petinggi Parpol Nasdem Surya Paloh berusaha memeluk namun ditolak Presiden Jokowi.

Video yang dibuat saat  HUT ke-58 Partai Golkar itu terlihat Surya Paloh mendekati dan mengajak Jokowi bersalaman. Setelah itu tangannya hendak menarik badan Jokowi untuk mengajaknya berpelukan. 

Namun tubuh kurus mantan Gubernur DKI Jakarta itu berusaha menahan agar politisi bewok itu tak mendekatinya.

Banyak yang menilai, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dianggap ogah menerima pelukan dari Ketua Umum NasDem Surya Paloh di acara tersebut. 

Dari bahasa tangan kanannya, Jokowi memberikan tanda bahwa "Gue Ogah Dipeluk!".

Fenomena ini menarik untuk mencermati. Politik itu tak ada kawan dan lawan abadi. Pelukan adalah sinyal. Sinyal siapa lawan dan siapa kawan.

Keberanian Partai Nasdem melawan arus kekuasaan memang memiliki konsekwensi logis dalam dinamika perpolitikan Indonesia. Sejatinya Nasdem bagian dari lingkar kekuasaan.

Selama Jokowi berkuasa, Nasdem pun kebagian kue. Namun di tengah-tengah menikmati santapan lezat kekuasan, Nasdem justru menelikung. Partai besutan Paloh itu mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon Presiden 2024. 

Padahal jelas, Anies tak mungkin dapat dukungan Jokowi dan koalisi partai kekuasaan untuk maju nyapres.

Di tengah isu perpanjangan atau 3 periode Jokowi, pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024 oleh Partai NasDem tak hanya menimbulkan dinamika internal. Sejumlah kader Partai NasDem mundur karena pencapresan Anies Baswedan.

Dampak eksternalnya, Nasdem tak lagi bernilai di mata koalisi. Apalagi,  Surya Paloh menyebut Anies Baswedan 'the best' ketika menyampaikan alasannya menunjuk mantan Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 sebagai capres. 

Dengan demikian, calon lain dianggap tidak "The Best" bagi Nasdem. Di sisa-sisa kekuasaan Jokowi, Bisa saja Nasdem beranggapan bahwa "kue kekuasaan" Jokowi tak lagi lezat.

Dan yang pasti, penolakan Jokowi untuk berpelukan sebagai ekspresi bahwa Partai NasDem harus segera hengkang dari kekuasaan.

Tags:
nasdemPartai NasDemsurya-palohAnies BaswedanKoalisiKekuasaanPartai penguasapilpres 2024

Administrator

Reporter

Administrator

Editor