YOGYAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Perserikatan Sepak Bola Indonesia Mataram (PSIM) adalah salah satu klub sepak bola tua di Indonesia.
Klub ini berdiri pada 5 September 1929 di Yogyakarta.
Awalnya bernama Perserikatan Sepak Raga Mataram. Ini mengacu pada nama kerajaan di kota tersebut.
Dalam usia hampir seratus tahun, lika-liku hubungan klub dan suporter terekam melalui sejumlah dokumentasi.
Bawahskor, dimotori Dimaz Maulana, adalah komunitas sekaligus badan usaha yang digerakkan suporter setia klub ini, dan secara khusus memberi perhatian terhadap sejarah klub.
Suporter dalam sejarahnya memang tidak memiliki pengaruh langsung terjadap klub. Namun pada titik tertentu kadang suaranya didengar.
“Di poin ini agak tricky. Artinya suporter tidak punya peran yang sangat vital untuk menentukan arah,” ucap Dimaz Maulana seperti dikutip dari VOA pada Oktober ini.
Dia melanjutkan,”Tetapi di poin bagaimana gelombang demo, keresahan, atau ketidakpuasan atas pelatih atau situasi tim misalnya ketika pelatih PSIM Imran Nahumarury dipecat. Itu juga setelah ada desakan dua atau tiga kali.”
“Jadi aku bisa menyebut mereka mendengar. Tetapi butuh semacam ditekan, butuh diberikan highlight bahwa ini harus segera dilakukan karena situasi. Saya bisa menyebut bahwa memang mereka bisa mendengar tetapi ya harus disentil,” paparnya.
Suporter sepak bola bukan hanya penonton di tribun. Bawahskor justru melakukan cukup banyak pekerjaan untuk PSIM.
Ini berawal dari clothing brand pada 2010. Bawahskor dalam tiga tahun bertransformasi menjadi gerakan pengarsipan bagi klub. Mereka juga aktif menggelar diskusi, pameran, pemutaran film, hingga tur stadion.
Bawahskor pada 2014 merilis buku bersama Andy Fuller “The Struggle for Soccer in Indonesia”.
Berturut-turut kemudian pameran bertema sepak bola “Genealogy of Hope: Suratin '92” (2015), “OBA: Open Bawahskor” (2015), “This is Away” (2018), “Afirmasi Krisis” (2021).
Bawahskor belum lama ini terlibat aktif dalam mengagas “Museum of Laskar Mataram” untuk mewujudkan museum alternatif PSIM ketika menginjak satu abad pada 2029 nanti.
Dimaz Maulana secara umum menyebutkan bahwa organisasi suporter juga berperan dalam koordinasi penjualan tiket.
Sejumlah pengurus suporter lambat laun juga ada yang kemudian masuk ke dalam manajemen klub. Bahkan menjadi pengurus PSSI.
Oleh sebab itu suporter mestinya memiliki posisi tawar lebih kepada klub dan itu harus ditawarkan oleh klub itu sendiri. ***