TRAGEDI Kanjuruhan bakal terus dikenang sepanjang masa. Bukan hanya peristiwa kelam bagi persepak bolaan di Indonesia, Tapi juga bagi pecinta si kulit bundar di seluruh dunia.
Tercatat ratusan korban jiwa melayang. Rata-rata mereka berusia remaja. Tak sedikit juga yang sudah berkeluarga. Bahkan mirisnya lagi, sejak kejadian itu, banyak anak kehilangan orangtuanya. Bahkan ada yang menjadi yatim piatu.
Ratusan korban yang masih hidup mengalami trauma. Belakangan terungkap banyak fakta bahwa masalah psikis yang dihadapi para korban terkait dengan imbas gas air mata yang mereka derita.
Beredar foto-foto dan video korban dengan wajah kuyu dan mata memerah. Ini bukan sekadar cerita. Tapi kenyataan yang sebenarnya terjadi.
Para korban ini masih menjalani perawatan. Ada yang rawat jalan, tapi tak sedikit juga menginap di rumah sakit gas air mata pun terus menjadi sorotan.
Zat kimia yang berfungsi untuk melumpuhkan demonstran berskala besar itu dipakai aparat untuk menghalau suporter Aremania di tribun dan di lapangan.
Polri memang sudah bertindak tegas. Kapolres Malang dicopot. Kapolda Jatim pun diganti. Beberapa jajaran di bawahnya juga kena imbasnya. Sebagian ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Termasuk yang menembakkan gas air mata jadi pesakitan.
Polri sudah mengakui adanya kelalaian jajaran di bawahnya. Bahkan sampai-sampai merasa bersalahnya, pekan lalu, jajaran Polres Malang menggelar acara permintaan maaf kepada suporter dan keluarga korban.
Terlihat mengharukan ketika puluhan anggota Polres Malang bersujud bersamaan di halaman depan sebagai simbol penyesalan dan permintaan maaf.
Tak cukup sampai di situ, Mabes Polri juga angkat suara soal penggunaan gas air mata yang ditemukan sudah kedaluwarsa dalam upaya pembubaran Aremania di Kanjuruhan.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, sejatinya gas air mata tidak sama dengan makanan. Berdasarkan apa yang disampaikan olek Dokter Masayu Evita, gas air mata memang memiliki masa kedaluwarsa.
"Kalau makanan, ketika dia kedaluwarsa maka di situ ada jamur, ada bakteri yang bisa mengganggu kesehatan. Kebalikannya, zat kimia (gas air mata) ini ketika dia expired (kedaluwarsa) justru kadar kimianya berkurang, sama dengan efektivitasnya," kata Dedi.
Dedi mengatakan bahwa Brimob yang bertugas memang menggunakan 3 jenis gas air mata yang dibawa sesuai standar dan tidak mematikan.
Intinya, penyebab mata menjadi merah karena memang gas air mata dengan skala iritasi tertinggi dengan gas air mata lainnya, sifatnya memang ditujukan untuk mengurai massa dalam jumlah yang besar. Diakui bahwa saat dipraktikan rasanya memang perih ke mata.
Mata merah para korban tragedi Kanjuruhan kembali menjadi misteri. Tudingan tetap diarahkan pada gas air mata sebagai penyebabnya. Sujud penyesalan anggota Polres Malang boleh saja diapresiasi. Tapi duka, pedih dan sakit korban belum terobati hingga kini, bahkan bertahun-tahun ke depan.(Kurniawan)