Oleh: Deny Zainudin, Wartawan Poskota
POLRI menyatakan penyebab tewasnya korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur soal gas air mata bukan sebagai penyebab kematian. Pernyataan itu, langsung diumumkan Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo.
Bahwa soal tembakan gas air mata bukan sebagai penyebab kematian sebanyak 131 supporter bola dalam tragedi memilukan tersebut, pun belakangan menimbulkan polemik publik. Jendral bintang dua itu, menyatakan korban meninggal akibat kekurangan oksigen hasil pemeriksaan para ahli.
Para korban kekurangan oksigen saat berdesakan dan terinjak-injak di pintu-pintu keluar stadion. Adapun dampak tembakan gas air mata yang dilontarkan petugas, dikatakan Dedi hanya menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan sistem pernafasan, namun tidak sampai menimbulkan efek fatal.
Pernyataan Polri sebagaimana hasil pemeriksaan korban tewas, tentu bertolak belakang dari keterangan saksi hingga Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) pimpinan Menko Polhukam, Mahfud MD. Dimana, sejak awal gas air mata menjadi penyebab banyaknya korban tewas tragedi Kanjuruhan tersebut.
Tak hanya itu, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) pun turut menyebutkan bahwa penyebab utama tragedi kemanusian ialah penggunaan gas air mata. Hal itu menjadi pemicu penonton panik dan berhamburan menyelamatkan diri keluar stadion sambil berdesakan.
Dengan kondisi mata perih, dada sakit dan berdesakan untuk keluar stadion hingga dititik tersebut banyak korban berjatuhan dan meninggal.
Pernyataan Polri soal gas air mata bukan penyebab kematian korban tragedi Kanjuruhan, tentu tidak dapat diterima publik begitu saja. Terlebih dengan keluarga korban, yang mana sejak awal saksi dan bukti-bukti kuat menemukan bahwa gas air mata adalah penyebabkan hilangnya banyak nyawa.
Disaat keluarga korban dan publik kembali diragukan dengan kinerja Polri soal pernyataannya itu, TGIPF pun menjadi tumpuan untuk mengungkap fakta sesungguhnya. Hingga saat ini, tim yang digawangi Menko Polhukam ini tengah bekerja dengan mengumpulkan bukti penting di lapangan.
Dan juga dapat mengungkap bahwa gas air mata yang digunakan aparat kepolisian saat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan hingga korban meninggal memiliki efek mematikan. Kebenaran pun, menjadi terang-benerang hingga dapat dijadikan pelajaran paling berharga ke depannya. (*)