ADVERTISEMENT

Pengamat: Skema Pembatasan BBM Bersubsidi Lebih Rasional untuk Jaga Daya Beli Rakyat

Kamis, 25 Agustus 2022 10:19 WIB

Share
Trubus Rahadiansyah
Trubus Rahadiansyah

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID -   Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai seharusnya pemerintah memilih opsi pembatasan ketimbang menaikkan harga BBM subsidi.

Hal itu disampaikan Trubus menanggapi sejumlah opsi yang disiapkan pemerintah terkait dengan kebijakan BBM bersubsidi.

"Kalau saya, pilihan pemerintah pada pembatasan saja, tidak menaikkan. Karena kalau menaikkan dampaknya ke inflasi. Inflasi kita sudah 4,9% sekarang. Ini 4,9% karena pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan ojol berpengaruh (inflasi) naik jadi 4,9%. Kalau BBM itu naik bisa jadi 8% nanti," kata Trubus, Kamis  (25/8/2024).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan akan segera melaporkan skema alternatif harga bahan bakar minyak (BBM) ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Pertama, pemerintah menaikkan subsidi sampai mendekati Rp700 triliun dengan risiko semakin membebani fiskal. Kedua, pengendalian volume konsumsi BBM bersubsi jenis Pertalite dan Solar dengan menentukan kategori yang berhak mengkonsumsi BBM bersubsidi. Ketiga, menaikkan harga BBM bersubsidi.

Hal itu didasari atas sejumlah pertimbangan, terutama soal inflasi. Menurut Trubus, kebijakan pemerintah dalam penaikan tarif ojek daring atau ojol hingga 30% pada akhir bulan ini turut menyebabkan kenaikan inflasi. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor.

Alokasi volume subsidi BBM jenis Pertalite dan Solar diperkirakan habis pada Oktober 2022, sehingga akan membengkak sampai 29 juta kiloliter hingga akhir tahun. Harga BBM bersubsidi berpeluang naik untuk mengantisipasi naikknya anggaran subsidi energi hingga Rp700 triliun dari Rp502 triliun.

Trubus mengungkapkan pemerintah patut menghindari memilih opsi penaikan BBM subsidi. Trubus mengungkapkan kekhawatiran jika pemerintah memilih opsi penaikan BBM subsidi. Hal itu dinilainya bisa memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.

"Saya khawatir dampak lanjutannya terjadi public distrust. Situasi sosial-politik jadi kacau. Karena ini ekonomi nanti jadi politik, itu repotnya. Karena ini menjelang 2024, partai-partai akan berlomba untuk mencari massa dengan memanfaatkan kenaikan BBM. Jadi pemerintah harus prudent," ujarnya.

Trubus berpandangan pemerintah perlu membuat kebijakan bersifat khusus dengan memberikan memberikan langsung pada masyarakat yang terdampak. 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT