JIKA jadi penjahat model Basodin, 40, enak kerja polisi. Bagaimana tidak? Sekarang ini dia masuk LP Bangkalan (Madura) karena kasus pencurian.
Ternyata kemudian terungkap, Basodin terlibat pula kasus pembunuhan bini sirinya, Sukirah,30. Masalahnya, dia cemburu karena sang istri diam-diam punya PIL.
Katanya, cinta itu pondasi bangunan rumahtangga. Apa benar demikian? Faktanya cinta kan tidak bisa dinikmati dengan perut kosong. Banyak pasangan muda-mudi menikah dengan modal cinta, tapi karena suami hanya kasih bonggol melulu bukan benggol, lama-lama istri nyerah alias minta cerai.
Walhasil cintanya memudar dan hadirlah lelaki lain yang bonafid sebagai PIL.
Romantika kehidupan Basodin yang tinggal di Kecamatan Konang, Bangkalan, seperti itulah. Dia beberapa tahun lalu menikahi janda Sukirah hanya bermodalkan cinta belaka.
Sebab sesungguhnya Basodin ini penganggur tertutup, karena pekerjaannya tidak jelas. Kadang bekerja bila ada proyek. Tapi jika tak ada job jadilah lelaki pengangguran, yang di rumah hanya duduk-duduk manis sambil ongkang-ongkang kaki.
Karena rejeki tak menentu itulah, Basodin menikahi janda Sukirah hanya lewat kawin siri yang cuma terdaftar dalam catatan ustadz kampung. Sebab kata sang penghulu swasta ini, meski perkawinannya tak lewat KUA, tapi sudah halalan tayiban wa asyikan.
Ibarat kendaraan, sudah ada SIM sementara sehingga sudah boleh dikendarai kapan saja, asal tidak dipakai boncengan.
Gara-gara jadi pengangguran itulah hak dan kewajiban kepala rumahtangga jadi terbalik-balik. Mestinya suami yang polah (usaha) dan istri cukup mlumah (melayani di ranjang), justru kini istri yang cari duit untuk kebutuhan sehari-hari.
Sukirah pun kerja kantoran, sementara Basodin hanya petentang-petenteng di rumah. Kerjanya hanya makan tidur dan meniduri istri.
Lama-lama Sukirah capek juga. Kebetulan ada pria bonafid tertarik padanya, langsung saja masuk pertimbangan. Setelah punya PIL tak capek kerja lagi, karena sidoi suka memberi uang.
Sedangkan Basodin sebagai suami tak diperhatikan lagi. Mau makan silakan, mau tidur nggak ngurus. Tapi kalau ngajak “tidur”, nanti dulu. Mending kamar dikunci, dibiarkan Basodin tidur di luar dimakan nyamuk.
Lama-lama Basodin tahu latar belakangnya. Dia marah sekali bini sirinya punya PIL, sehingga Sukirah pun dibunuhnya dan dikubur di belakang rumah kontrakannya dengan lobang terlalu dangkal. Sejak hari itu Basodin meninggalkan rumah kontrakannya. Sebab tak ada lagi yang membayari rumah kontrakan bulanan tersebut.
Nah, karena perut harus diisi sedangkan duit tak punya, dia harus putar otak bagaimana tetap bisa makan. Sebetulnya mengandalkan nasi kotak “sedekah Jumat” juga bisa, tapi kan adanya hanya seminggu sekali. Mana bisa Basodin hanya makan satu kali seminggu pas Jumatan doang?
Semua sudah buntu, sehingga coba-coba mencuri, tapi ketahuan. Akhirnya masuk penjara dengan vonis 6 bulan. Baru beberapa bulan menjalani hukuman, kuburan istrinya ditemukan warga saat berkebun.
Polisi mengusutnya, diketahui korban Sukirah sebagai korban pembunuhan. Basodin sebagai suaminya dilacak, ternyata dianya sudah ada di penjara dalam kasus tipiring.
Basodin pun dibon, untuk diperiksa. Dia mengakui sebagai pembunuh istri sirinya. Tapi apa motifnya, masih malu-malu menyebutkan, karena katanya hanya boleh didengar untuk kalangan 17 tahun ke atas. Karena didesak polisi, akhirnya mengaku bahwa sampai tega membunuh karena istrinya selingkuh.
Gitu aja mau niru-niru gaya Pak Menko Polhukam. (GTS)