TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Diduga banyak kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir J (Josua Hutabarat) di rumah Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Ferdi Sambo, Paguyuban Advokat Batak Tangerang Raya ikut bersuara. Mereka minta Polri mengusut tuntas dan transparan.
Alisati Siregar, Sekretaris Paguyuban Advokat Batak Tangerang Raya mengatakan terkait adanya kejadian ini mereka meminta Kapolri sebagai pimpinan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia agar secara professional, akuntabel, objektif dan transparan untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Usut tuntas kematian almarhum Brigadir J Hutabarat sehingga jelas dan terang-benderanglah motif pembunuhan almarhum Brigadir J Hutabarat sebagai jawaban atas semua pertanyaan publik, terutama pihak keluarga korban," jelas dia saat dijumpai Poskota, Jumat (22/7/2022).
Kata Alisati dalam kasus ini diduga ada motif dan perancangan. Dia juga menduga pelaku dari pembunuhan ini tidak tunggal namun ada pelaku yang melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut melakukan sebagaimana dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Sehingga semuanya ini harus diusut dan diproses hukum," katanya.
Alisati menyebut, pihaknya mengapresiasi langkah Kapolri yang telah menonaktifkan Kadiv Provam Mabes Pori Ferdy Sambo, Karo Humas dan Kapolres Jakarta Selatan beberapa hari yang lalu.
"Namun agar lagi fairness, kami juga menyerukan agar Kapolri menonaktifkan Bapak Kapolda Metro Jaya karena pertemuannya dengan menemui Mantan Kadiv Propam sangatlah tidak etis atau tidak elok, karena menimbulkan kesan dan persepsi publik bahwa Kapolda Metro Jaya tidak netral mengingat peristiwa pembunuhan almarhum berada di kediaman rumah Kadiv Provam," jelasnya.
Menurutnya, siapapun yang membunuh secara sadis almarhum Brigadir J Hutabarat dengan alasan apapun adalah pelaku pembunuh dan harus ditahan kepolisian.
Pihaknya juga meminta agar LPSK memberikan penjelasan atas adanya perlindungan yang dilakukan terhadap Bharada E dan istri Mantan Kadiv Provam Irjen Fedi Sambo.
Karena salah satu tujuan perlindungan saksi dan korban dilakukan karena adanya ancaman dan tekanan terhadap saksi dan korban dalam pengungkapan perkara pidana terkait.
"Pertanyaan kami, apakah ada ancaman dan tekanan yang mengganggu keselamatan Bharada E dan istri mantan Kadiv? Dari siapa oleh siapa? Bukankah almarhum J Hutabarat sudah meninggal?" tanya Alisati.
"Apakah mungkin melakukan ancaman atau tekanan? Atau apakah kedua saksi Baharada E ini dilindungi oleh LPSK karena bukan pelaku penembakan? Dan ataukah saksi istri mantan Kadiv Provam ini dilindungi karena bukan korban pelecehan namun ada setingan seolah-olah korban pelecehan? Inilah yang perlu dijawab oleh LPSK kepada publik," paparnya.
Alisati menambahkan, pihaknya menyerukan dan mengingatkan Institusi Polri sebagaimana dalam konstitusi negara Republik Indonesia bahwa siapapun sama di depan hukum.
"Kami juga meminta agar Menteri Hukum Dan HAM sebagai Ketua Kompolnas agar mengganti Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto yang telah mengeluarkan statement atas peristiwa ini di berbagai media yang telah menimbulkan berbagai polemik di publik telah ikut menjadi salah satu elemen yang membuat kisruh persoalan ini," pungkasnya. (Muhammad Iqbal)