JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kementerian Perindustrian menyampaikan aktivitas industri pengolahan sawit kian berkembang di tanah air. Hal itu juga meningkatkan nilai tambah komoditas dalam negeri yang berujung pada kesejahteraan masyarakat.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika mengatakan, Kementerian Perindustrian bertekad untuk terus menjalankan kebijakan hilirisasi industri pengolahan sawit se-Indonesia, sebagai pendongkrak ekonomi daerah.
"Industri pengolahan sawit kian berkembang, termasuk yang berada di kawasan industri Dumai. Bahkan, aktivitasnya mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah," kata Putu dalam keterangannya, Kamis (14/7/2022).
Selain itu, Agro berujar, industri pengolahan masih mendominasi dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dengan kontribusi sebesar 28,08 persen pada tahun 2021.
Lanjutnya, produk domestik regional bruto (PDRB) provinsi Riau merupakan yang terbesar kedua di Sumatra dan terbesar keenam secara nasional.
"Artinya, PDRB di Riau ini berbasis pada aktivitas sektor manufaktur. Sementara itu, secara khusus di Kota Dumai, kontribusi sektor industri pengolahan lebih dari 60 persen," ungkapnya.
Putu juga menyampaikan, aktivitas industri pengolahan sawit telah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi khususnya di luar Pulau Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan, dan wilayah timur Indonesia.
Selain itu, menggerakkan aktivitas produktif kegiatan usaha kebun di sektor industri sawit, khususnya daerah 3T (terluar, tertinggal, dan terdalam).
"Bahkan, multiplier effect dari aktivitas industri pengolahan sawit ini juga, telah menumbuhkan aglomerasi atau kawasan industri baru berbasis sawit seperti di Dumai (Riau), Sei Mangkei dan Kuala Tanjung (Sumatera Utara), Tarjun (Kalimantan Timur), dan Bitung (Sulawesi Utara)," paparnya.
Putu menambahkan, sektor industri pengolahan sawit telah menyerap tenaga kerja langsung tidak kurang dari 5,2 juta orang dan menghidupi hingga 20 juta orang dalam rantai sektor industri ini.
Pada tahun 2021, ekspor produk sawit mencapai 40,31 juta ton dengan nilai ekspor USD35,79 miliar, meningkat sebesar 56,63 persen dari nilai ekspor tahun 2020.
"Dalam kurun 10 tahun, ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat cukup signifikan, dari 20 persen di tahun 2010 menjadi 80 persen pada 2020. Hal ini sesuai target peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian No 13 Tahun 2010," ungkapnya.
Putu menegaskan, hilirisasi industri berbasis kelapa sawit merupakan salah satu keberhasilan dari kebijakan pemerintah yang menetapkan sektor ini sebagai program prioritas nasional.
"Saat ini terdapat 168 jenis produk hilir kelapa sawit yang telah mampu diproduksi oleh industri di dalam dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka/nutrisi, bahan kimia/oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel FAME. Sementara pada tahun 2011, hanya ada 54 jenis produk hilir kelapa sawit yang kita produksi," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Perwilayahan Industri Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan menyatakan, total realisasi investasi KID saat ini hampir Rp1,3 Triliun dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 2.500 orang.
Kelengkapan infrastruktur dasar di dalam KID menjadi daya tarik masuknya investasi, ditambah dengan kedekatan akses jalan tol dan pelabuhan.
"Saat ini, terdapat 12 tenant industri yang telah beroperasi di dalam KID, dengan mayoritas sektor industri pengolahan kelapa sawit," tandasnya. (Nitis)