JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Praktik pungutan liar (pungli), diduga marak terjadi di tempat Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) milik Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta yang terletak di wilayah Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur dalam beberapa waktu ini.
Bahkan, praktik kotor tersebut diduga mendulang untung hingga miliaran rupiah bagi para pelaku yang dilibatkan, mulai dari petugas, calo, dan sopir perusahaan.
Meski telah dilakukan inspeksi mendadak (sidak) puluhan kali, alih-alih berkurang pada kenyataannya praktik pungli di tempat PKB Ujung Menteng malah semakin bertumbuh bak jamur di musim hujan.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, praktik pungli di fasilitas layanan publik yang ada di Indonesia memang bukanlah hal baru yang ditemukan. Praktik ini menurutnya, telah ada sejak lama dan seakan menjadi budaya.
Namun, dia berujar, meski telah terjadi sejak lama dan menjadi budaya, bukan berarti praktik kotor ini tak dapat dihilangkan. Trubus berucap, ada beberapa cara yang dapat menghilangkan maraknya praktik pungli, khususnya di tempat uji KIR kendaraan.
"Yang pertama, harus dirubah sistemnya. Jadi sistemnya itu menggunakan sistem digital atau dengan kata lain menggunakan sistem aplikasi. Sehingga tidak ada lagi pertemuan antara sopir dan petugas saat akan melakukan uji KIR. Jadi, nanti mobilnya ditaruh di situ, langsung di KIR saja dan kalau sudah selesai, tinggal bayar via transfer Bank, dan ambil kendaraanya. Itu caranya gitu," kata Trubus saat dihubungi, Minggu (10/7/2022).
Dengan metode yang berbasis online, ujar dia, selain mengefisiensi segala hal. Metode itu juga akan memiminalisir terjadinya pungli di tempat uji KIR kendaraan.
"Jadi sudah gak ada lagi yang namanya pungli-pungli itu. Gak ada lagi omong-omongan antara sopir dan petugas gak perlu lagi, jadi tatap mukanya gak ada lagi," ujar Trubus.
Penulis buku Pendidikan Kadeham itu melanjutkan, setelah sistem berbasis online dimasifkan. Langkah kedua yang harus dilakukan, kalah memperketat pengawasan di lapangan.
Menurut Trubus, di dalam praktik pungli, para aktor yang bermain tidak lebih dari para petugas itu sendiri. Perihal calo, kata dia, hanyalah pion yang digerakan oleh orang dari dalam (petugas).
"Tentunya pengawasan juga harus diperketat ya. Karena yang selama ini, mereka yang mengawasi juga bermain masalahnya. Saya sudah pernah ikut sidak ke situ, itu pengawasnya ada tapi sepertinya bermain. Itu aja jeruk minum jeruk," papar dia.
Setelah sistem berbasis online masif dan pengawasn di lapangan diperketat, tambah Trubus, tinggalah upaya penegakan hukum yang harus dipertegas. Dalam hal ini, dia berucap, harus ada langkah perombakan total dalam struktural petugas di tempat uji KIR.
"Maksudnya dirombak total struktural dari petugas yang ada di sana. Orangnya diganti semua itu. Jadi nanti petugas KIR yang baru itu harus orang baru semua, jangan ada orang lama yang masuk struktural lagi," imbuhnya.
Lebih lanjut, akademisi yang berkompetensi di bidang Sosiologi hukum ini mengatakan, metode atau langkah yang dipaparkannya tadi akan menjadi sempurna apabila pihak eksternal dilibatkan dalam perkara ini.
"Untuk pihak luar yang dilibatkan, maksudnya bisa saja masyarakat yang mewakili atau yang lainnya. Namun, yang tak kalah penting, DPRD juga harus ikut mengawasi, karena kan ini urusan eksekutif," terangnya.
"Tetapi, sebenarnya tidak hanya soal KIR ya, banyak sekali pelayanan publik yang sedikit-sedikit dimintai uang pada fakta di lapangan. Jadi dari DPRD-nya sendiri pun sebenarnya sudah lemah tidak pernah memberi atensi lebih dalam hal ini. Harusnya itu disanksi tegas, diberi hukuman yang setimpal gitu. Karena mereka itu kan pelaku pungli," tutup Trubus. (Adam).