ADVERTISEMENT

Tak Punya Izin, Polisi Tangkap 7 Pendiri dan Pengajar Sekolah Khilafatul Muslimin di Wonogiri

Jumat, 17 Juni 2022 11:32 WIB

Share
Salah satu spanduk penolakan kegiatan Khilafatul Muslimin yang berada di gang jalan RW 03 Pekayon Bekasi. (Ihsan Fahmi).
Salah satu spanduk penolakan kegiatan Khilafatul Muslimin yang berada di gang jalan RW 03 Pekayon Bekasi. (Ihsan Fahmi).

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

 

WONOGIRI, POSKOTA.CO.ID -  Kepolisian Resort (Polres) Wonogiri, berhasil menangkap tujuh orang pendiri sekaligus pengajar sekolah yang diselenggarakan oleh organisasi masyarakat (ormas) Khilafatul Muslimin di Desa Wonokerto, Wonogiri, Jawa Tengah pada Selasa (7/6/2022) lalu.

Kapolres Wonogiri, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Dydit Dwi Susanto mengatakan, giat penangkapan ini dilakukan atas dasar sekolah yang didirikan oleh ormas Khilafatul Muslimin, berdiri dan diselenggarakan tanpa izin dari pemerintah.

"Sejak tahun 2021, Khilafatul Muslimin ini mendirikan bangunan dan menggunakan bangunan tersebut untuk kegiatan pendidikan Madrasah Ibtifaiyah Usman bin Affan, di mana pendirian madrasah tersebut tanpa dilengkapi izin dari pemerintah," kata Dydit dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jum'at (17/6/2022).

Perwira menengah Polri itu melanjutkan, dari giat ini, pihaknya menangkap tujuh orang yang terdiri dari Kepala Sekolah (Murabbi), pengasuh, dan guru di sekolah tersebut.

"Pelaku yang kita amankan itu ada tujuh, yakni YH, SG, IZ, SB, MI, RW, dan AR di mana terduga pelaku merupakan warga dari luar Wonogiri," ujar dia.

Dydit menuturkan, sebelum dilakukan penangkapan dan penutupan sekolah milik Khilafatul Musliminin ini, bangunan sekolah tersebut awalnya berfungsi sebagai tempat mengaji para warga yang ada di sekitar Masjid Al-Muttaqin.

"Jadi salah satu tersangka ini pada tahun 2014, mengadakan pengajian yang diikuti warga sekitar di Masjid Al Muttaqin. Kala itu kegiatan tersebut diselenggarakan dengan seizin Kepala Dusun (Kadus) inisial PY, yang juga selaku pelapor," tuturnya.

"Namun, seiring berjalannya waktu, pengajian yang diikuti warga tersebut mulai dirasa aneh, warga menganggap isi pengajian yang dibawa tidak sesuai dengan ajaran islam. Sehingga membuat warga resah dan menentang pengajian tersebut," sambung Dydit.

Adapun, ungkap dia, dari penangkapan ini, pihaknya juga telah menetapkan sebanyak tujur orang tersebut sebagai tersangka, serta menyita sejumlah barang bukti mulai dari satu buku silabus kurikulum, lima buku materi kegiatan belajar, dan surat pernyataan kesanggupan orang tua santri tentang mengikuti kegiatan belajar di PPUI Madrasah Ibtidaiyah.

"Penyidik mempersangkakan mereka melanggar Pasal 62 Ayat (1) Juncto Pasal 77 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Juncto Pasal 65 Ayat (1) UU RI Nomor 11 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHAP," imbuhnya.

“Saat ini kegiatan PPUI Khilafatul Muslimin telah dihentikan. Sementara para santri yang berusia 5-7 tahun telah dikembalikan ke orang tua dengan pendampingan dari PPKB dan P3A," tukas Dydit.

Lebih jauh, Dirreskrimun Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Hariyadi menyebut, bahwa ormas Khilafatul Muslimin memiliki lembaga dan tata cara penyelengaraan pendidikan tersendiri yang berbeda dengan instansi pendidikan pada umumnya.

"Dalam rangka kaderisasi, Abdul Qadir Hasan Baraja mendirikan lembaga pendidikan yang dimulai sejak usia dini dan diberi nama Ukhuwah Islamiyah, dengan berlandaskan pada ideologi kekhalifahan dan tidak memberikan penanaman terhadap nilai-nilai Pancasila, serta Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai mata pelajaran bagi siswanya," ujar Hengki kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (16/6/2022).

Dia menjelaskan, dalam pelaksanaan pendidikan, para siswa juga tidak diperbolehkan untuk menggelar kegiatan upacara bendera, bahkan tidak boleh ada bendera merah putih yang berkibar, serta foto Presiden dan Wakil Presiden hingga lambang negara yang terpasang di ruang kelas maupun ruang kantor organisasi.

"Yang boleh ada dan diperbolehkan hanya bendera Tauhid atau bendera Khilafah," kata dia.

Mantan Kapolres Metro Jakarta Pusat itu menjelaskan, dalam penyelenggaraan pendidikan itu, Abdul Qadir tak bekerja sendiri melainkan memberi mandat kepada saudara Ahmad Sobirin (AS) selaku Rois Tarbiyyah Wataklim atau Menteri Pendidikan versi ormas Khilafatul Muslimin.

"Untuk mengatur kurikulum, menyusun silabus, membuat bahan ajar, serta menunjuk guru pengajar dan Murabbi (Kepala Sekolah), Abdul Qadir memandatkannya kepada AA yang ditangkap di Mojokerto, Jawa Timur," jelasnya.

Dia memaparkan, Murabbi atau Kepala Sekolah dalam ormas Khilafatul Muslimin ini, diwajibkan untuk memberikan laporan bulanan pelaksanaan pembelajaran kepada sang Menteri Pendidikan, dan secara berjenjang dilaporkan kepada Khalifah atau Ulil Amri.

Adapun sistem pendidikan yang dibuat oleh sang Khilafah atau Ulil Amri beserta sang Menteri Pendidikan itu, ucap Hengki, digelar dalam tiga jenjang antara lain Marhalah Khalifah Ustman bin Affan (UBA) atau setara Sekolah Dasar (SD) yang dilaksanakan selama tiga tahun dengan empat mata pelajaran.

"Kemudian, ada jenjang pendidikan pada Marhalah Khalifah Ummar bin Khatab (UBK), setara Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dilaksanakan selama dua tahun dengan delapan mata pelajaran," imbuhnya.

Tak cukup sampai di situ, ujar dia, jenjang pendidikan ormas Khilafatul Muslimin juga digelar hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya, jenjang pendidikan pada Marhalah Abu Bakar Ash Shidiq (ABA), setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dilaksanakan selama dua tahun dengan sebelas mata pelajaran.

"Dan kemudian yang tertinggi, yakni jenjang pada Jami'ah Ali bin Abu Thalib, setara dengan Universitas yang ada di Margodadi, Lampung dan Mapin, Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan pola pengajaran tiga tahun dengan sembilan mata kuliah, yang setelah lulus bakal memperoleh gelar S.Khi (Sarjana Kekhalifahan Islam)," sambung Hengki.

Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat itu juga menyebut, lembaga pendidikan yang dilaksanakan oleh ormas juga mencetak Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) atau Ijazah.

"Lembaga pendidikan Khilafatul Muslimin mencetak Ijazah atau bukti lulus secara mandiri yang berlaku untuk internal," terangnya.

Lebih lanjut, mantan Kapolres Metro Jakarta Barat itu mengatakan, hingga saat ini Ukhuwah Islamiyah yang setara dengan Satuan Unit Pendidikan yang didirikan, telah mencapai 25 Pengurus Pusat (PP) Ukhuwah Islamiyah yang tersebar di beberapa wilayah, seperti Aceh, Solok, Bengkulu, Mesuji (Lampung), Bandar Lampung, Margodadi, Pekayon, Sukabumi, dan Parakan Lima Karawang,

"Kemudian, ini ada juga di Wonogiri, Pacet, Penajam, Malawa, Sorong, Bima, Dompu, Mapun, dan Telawan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Selain tempat tersebut, ada juga beberapa Satuan Unit Penyelenggara pendidikan berbasis pondokan yang sebenarnya terafiliasi dengan Khilafatul Muslimin, namun menggunakan nama yang berbeda. (Adam).

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT