JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, membeberkan temuan baru dari hasil penyelidikan 11 bandit siber dengan modus pinjaman online (pinjol) ilegal, di Jakarta yang baru saja berhasil dibekuk.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Auliansyah Lubis mengatakan, 11 bandit tersebut adalah sosok yang mengoperasikan 58 aplikasi pinjol ilegal.
"Jadi mereka ini lah (11 orang) yang mengoperasikan sebanyak 58 aplikasi pinjol ilegal. Namun meski demikian, mereka ini berbeda-beda tidak satu perusahaan," kata Auliansyah kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jum'at (27/5/2022).
Auliansyah melanjutkan, dari pengakuan para bandit siber itu, mereka mengaku satu orang dapat mengoperasikan 3 hingga 5 aplikasi pinjol hanya dari rumah saja.
"Nah ini yang harus digarisbawahi, jadi saat ini pelaku pinjol itu tidak lagi bermain (menjalankan aksi) di kantor seperti dulu lagi. Jadi gak ada seperti dulu lagi kita bisa gampang datangin, ada alat buktinya, ada komputer dan sebagainya. Sekarang ini mereka mainnya di rumah, sembunyi-sembunyi," papar dia.
Karenanya, perwira polisi berpangkat 3 bunga melati itu mengimbau kepada masyarakat untuk lebih jeli dan hati-hati akan godaan bujuk rayu pinjol ilegal yang menyesatkan.
"Jadi saya mengimbau kepada masyarakat untuk sebisa mungkin menghindari yang namanya pinjol ini, terlebih pinjol ilegal. Kalaupun terpaksa, coba lebih jeli, lihat dulu pinjol ini terdaftar atau tidak di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," papar dia.
Sebelumnya diberitakan, jajaran tim Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, berhasil mencokok sebanyak 11 bandit tindak kejahatan siber dengan modus operandi pinjol ilegal yang kerap beraksi menjerat mangsa di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan mengatakan, penangkapan dan pengungkapan kasus ini bermula dari adanya laporan korban yang mengaku mendapat ancaman dari pada bandit siber ini.
"Jadi para pelaku ini melakukan penagihan secara online kepada nasabahnya yang telah melakukan pinjaman online kepada mereka. Yang mana, dalam penagihan tersebut, para pelaku ini menggunakan kata-kata ancaman kepada nasabah," kata Zulpan dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jum'at (27/5/2022).
Zulpan berujar, upaya-upaya pengancaman yang dilakukan oleh para bandit siber ini, ialah mereka mengancam akan menyebarkan identitas dan data diri para nasabah, sehingga membuat nasabah tersebut takut.
"Jadi pelaku ini mengancam akan menyebarkan data milik nasabah ke seluruh kontak nasabah yang membuat nasabah takut, lantaran dengan data dirinya yang tersebar ke orang lain," ujar dia.
"Kemudian para tersangka dalam kasus ini ada 11 orang, yakni MIS, IS, DRS, S, JN, LP, OT, AR, FIS, T, dan AP. Khusus DRS ini seorang perempuan yang perannya adalah leader, sedangkan S laki-laki memiliki peran sebagai manajer dalam kasus ini," bebernya.
"Lalu pelaku lainnya dalam kasus ini berperan sebagai Desk Collector yang melakukan penagihan kepada nasabah dengan upaya pengancaman," sambung perwira menengah Polri itu.
Seru Banget!! Talkshow Cast Film The Doll 3, Ternyata Harga Boneka Capai 2 Miliar
Mantan Kapolsek Metro Gambir itu menambahkan, dalam penangkapan kasus ini, penyidik berhasil mengamankan sejumlah barang bukti yang didapatkan dari tangan para bandit siber ini.
"Penyidik mengamankan barang bukti, di antaranya 16 unit handphone dari berbagai merek, 6 unit laptop, 4 buat kartu ATM, dan 4 buah simcard," papar Zulpan.
Lebih lanjut, mantan Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan itu mengatakan, saat ini penyidik telah menetapkan status 11 bandit siber ini sebagai tersangka.
Akibat perbuatannya para tersangka ini, ucap Zulpan, bakal dijerat dengan Pasal 27 Ayat (4) Juncto Pasal 45 Ayat (4) dan atau Pasal 29 Juncto Pasal 45 B dan atau Pasal 32 Ayat (2) Juncto Pasal 46 Ayat (2) dan atau Pasal 34 Ayat (1) Juncto Pasal 50 Undang-Undang (UU) Nomor 19 tahun 2016 Tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Dengan ancaman pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun dengan ancaman denda pidana paling sedikit Rp 700 juta dan paling banyak Rp 10 miliar," tukas Zulpan. (Adam)