ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
PAPUA, POSKOTA.CO.ID - Depresi atas terkatung-katungnya nasibnya mengakibatkan lebih dari seratus buruh PT Freeport di Papua meninggal dunia.
Keterangan ini disampaikan Aser Koyamee Gobay.
Ribuan buruh perusahaan ini menggelar aksi mogok kerja sejak 1 Mei 2017.
“Ini sudah meninggal 111 orang. Tadi pagi saya mendengar ada orang meninggal di rumah, membusuk. Dia karyawan yang mogok kerja. Dia tidak sakit tetapi depresi,” kata Aser Koyamee Gobay pada Jumat (6/5/2022) seperti dikutip dari VOA.
Dia melanjutkan,“Bagaimana tidak? Lima tahun orang tidak menerima kewajiban dari perusahaan. Pemerintah juga tidak bisa menyelesaikan masalah ini. Dalam hal ini pemerintah pusat.”
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mencatat sekurangnya ada 8.300 buruh PT Freeport yang memutuskan ikut mogok. Lembaga ini, bersama Lokataru, menjadi pendamping bagi ribuan buruh untuk memperjuangkan hak-haknya.
Pemogokan dimulai pada 1 Mei 2017 ini dipicu langkah PT Freeport dalam menerapkan kebijakan ketenagakerjaan. Seperti furlough atau perumahan karyawan.
Langkah itu diambil PT Freeport karena ragu-ragu dengan masa depan operasional dan investasinya di Papua. Langkah perusahaan ini kemudian disikapi ribuan buruh dengan melakukan pemogokan kerja.
Perselisihan buruh dan PT Freeport sejak itu tidak menemukan titik temu. Ribuan buruh kehilangan pendapatan tanpa ada kejelasan mengenai gaji ataupun pesangon yang menjadi hak meraka.
“Mereka jadi tukang ojek, pekerja kasar, pekerja lepas, apapun mereka lakukan. Karena mereka merasa bahwa mogok kerja yang dilakukan adalah hak dasar,” tegas Aser Koyamee Gobay.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT