Pemudik dengan Transportasi Laut Meningkat, Keselamatan Pelayaran Harus jadi Prioritas

Jumat 29 Apr 2022, 21:07 WIB
Arus mudik lebaran sudah mulai terlihat di ruang tunggu penumpang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada, Selasa(19/4/2022).

Arus mudik lebaran sudah mulai terlihat di ruang tunggu penumpang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada, Selasa(19/4/2022).

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Berdasarkan survei Badan Litbang Kementerian Perhubungan, diprediksi orang bepergian menggunakan transportasi laut sebesar 1,4 juta penumpang atau naik sebanyak 234 persen dari tahun 2021. 

Untuk mengantisipasi lonjakan peningkatan penumpang tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menyiapkan armada kapal laut sebanyak 1.186 unit dengan kapasitas 2,46 juta orang penumpang.

Prediksi peningkatan penumpang kapal laut di tengah pelonggaran mudik ini mendapat tanggapan dari Pengamat Maritim yang juga Pendiri Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI)  Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, M.Mar. 

"Saya berharap soal keamanan dan keselamatan kapal untuk penumpang agar sungguh-sungguh menjadi prioritas serta harus dipastikan kapal laik laut. Jangan sampai suasana gembira dalam rangka menyambut hari Raya Idul Fitri berubah menjadi duka," kata Capt. Hakeng kepada media Jumat (29/4/2022).

Dia meminta kepada Kementerian Perhubungan dan seluruh pemilik kapal (operator) untuk memastikan bahwa seluruh kapal dalam keadaan laik laut."Pastikan seluruh kapal dalam kondisi baik dan laksanakan uji kelaiklautan kapal pada kesempatan pertama," tegasnya.

Lebih lanjut Capt. Hakeng juga mencermati beredarnya video pernyataan dari salah satu petinggi di Kementerian Perhubungan terkait penambahan jumlah penumpang atau muatan yang diberi kelonggaran untuk dapat dimuat di kapal sebesar 30 hingga 75 persen ketika terjadi lonjakan. 

Begitu juga terkait tentang penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari Syahbandar yang akan melibatkan pihak kepolisian. 

Menurut Capt. Hakeng penambahan jumlah muatan ke kapal harus sangat diperhitungkan serta harus sesuai aturan. Mengingat kapasitas muatan berlebih atau over draft akan sangat berpengaruh terhadap keselamatan  pelayaran di perairan. 

Menurut Capt. Hakeng, bahwa Penerbitan SPB Tidak Ada Kewajiban Harus Melapor ke Polri.  Dalam penerbitan SPB, tidak ada kaitannya dengan Nota Kesepahaman antara Kemenhub RI dengan Polri No HK 202/13/DJPL/2020, no NK/21/2020 tentang Pelaksanaan Penegakan Hukum di Bidang Pelayaran.

Dalam proses penerbitan SPB, Syahbandar agar tetap berpedoman kepada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor  PM.82 tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan SPB, yakni Adanya Master Sailing; Dokumen kapal, dokumen crew, muatan dan penumpang; Adanya Crew List; dan melampirkan Pelunasan Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

Jika semua perihal tersebut diatas telah terpenuhi, maka Surat Persetujuan Berlayar (SPB), dapat diproses lebih lanjut untuk diterbitkan.

"Statement soal SPB harus dapat rekomendasi dari kepolisian, mohon maaf tidak menggambarkan pengetahuan tentang apa yang membuat SPB bisa diterbitkan dan apa yang membuat tidak bisa diterbitkan," kata Capt. Hakeng.

Terjadinya kecelakaan, kapal atau alat transportasi lainnya,  bukan disebabkan minimnya petugas yang "pasang badan" terhadap anomali kegiatan tersebut. Kecelakaan terjadi karena dilampauinya batas kewajaran dari kegiatan alat transportasi yang melewati ambang batas safety yang diizinkan oleh regulasi, sambung dia.

Dari sudut pandang sebagai pengamat maritim, dia menyebutkan "Kalaupun dikatakan yang mempertanggungjawabkan ada beberapa pihak, maka pihak-pihak ini bukanlah menanggung renteng responsibility atau memberikan added value untuk keselamatan kapal. Tapi yang ditanggung renteng adalah ketidaktahuan bersama akan aturan yang ada.

"Membiarkan kapal berlayar melebihi batas maksimum kemampuan kapal dari sisi teknis dan keselamatan adalah committed to breach the applicable rule,  sebaiknya pengguna jasa melipat gandakan doa jika menggunakan alat transportasi penyeberangan di Indonesia," jelasnya.

Disebutkan Capt Marcellus Hakeng lagi, untuk keselamatan dan keamanan pelayaran, hak diskresi hanya dimiliki oleh Nakhoda (Master Overriding Authority). 

"Siapapun setiap orang yang menghalang-halangi keleluasaan Nakhoda untuk menjalankan kewajibannya sesuai peraturan perundang-undangan, akan berdampak pidana 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 300 jt. Terlepas dari itu semua saya berdoa demi keselamatan transportasi dalam masa mudik 2022 ini dapat terwujud dengan aman, tertib dan lancar," ujarnya. (*/deny)
 

Berita Terkait

News Update