JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pada era komunikasi digital seperti sekarang ini nampaknya perlu adanya edukasi berinternet yang sehat. Kita ketahui, saat ini Netizen semakin buas dan bebas memberikan komentar sampai tak bisa membedakan mana kritikan dan mana hinaan.
Begitu pula berita Hoaks atau kabar bohong yang makin merajalela menguasai media sosial.
Sehingga banyak pengguna internet yang terkecoh dengan berita-berita Hoaks yang beredar di jejaring sosial.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI, R.Imran Amin, mengatakan, etika adalah sebuah aturan yang tidak tertulis namun lebih mengedepankan nilai-nilai kesopanan sesuai dengan aturan yang berlaku menurut budaya.
"Hal ini yang memang sulit di terapkan di Dunia maya karena tidak kita ketahui dari mana saja orang-orang tersebut dalam obrolan di kolom chat sebuah konten misalnya. Tapi perlu di ingat bawa kita adalah bangsa Indonesia yang terkenal akan keramah-tamahannya jadi tidak ada salahnya untuk terus berbicara dan berkomentar yang baik-baik saja, boleh kritis tapi ada etikanya," ucap Imran dalam Webinar NGOBRAS (Ngobrol Bareng Legislator).
Menurutnya negara harus terus mendorong edukasi berinternet yang sehat dan aman lewat kurikulum pendidikan, yang sekarang ini masih belum ada.
Pemerintah saat ini bukan hanya sebagai regulator atau pembuat kebijakan saja.
Namun fungsi dari pemerintah semakin meluas dengan menjadi fasilitator hingga katalisator untuk mendukung ekosistem percepatan transformasi digital tersebut.
Menurut, Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan, Kominfo berperan sebagai regulator, fasilitator, dan akselerator di bidang digital Indonesia.
"Dalam rangka rangka mewujudkan ini, Kementerian Kominfo bersama Siberkreasi serta mitra dan jejaringnya hadir untuk memberikan perhatian literasi digital yang menjadi kemampuan digital tingkat dasar bagi seluruh lapisan masyarat Indonesia.
Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis 4 pilar utama yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan keamanan digital," kata Semuel.
Sementara, Effendi Gozhali, mengatakan, pasti akan ada polarisasi dan perbedaan pendapat. Tapi bagaimana kita bisa mencari cara-cara yang paling pas untuk menemukan solusi dari sebuah perbedaan.
"Terlebih kita yang hidup di dunia digital saat ini, kitab bisa saling terkoneksi saat itu juga/real time dengan orang yang berada di luar Negeri, bahkan dimana pun Ia berada sekalipun di kota kecil yang belum umum di telinga kita. Maka dari itu pentingya Etika dalam dunia digital agar tidak menyinggung perasaan orang diluar sana, dan perlu saya tekankan sekali lagi bahwa kalau kita bermain Internet artinya kita sudah siap membuka diri dari segala arah," ucapnya.
Pentingnya penguatan serta pemahaman masyarakat terhadap implementasi UU ITE ini, menjadi ujung tombak konten negatif di sosial media, semakin kita bisa menciptakan, menyebarkan serta membuat konten positif di sosial media, maka kita sebagai masyarakat bisa membantu Pemerintah untuk dapat menakan penyebaran konten negatif tersebut.
Senada dengan Semuel A. Pangerapan, Imron Amin pun menyampaikan bahwa Cyber ethics adalah aturan dan etika dalam menggunakan teknologi atau internet.
"Kita juga kadang melihat orang yang menggunakan sosial media seperti Facebook atau Instagram, ada juga yang mengujarkan kata kebencian dan ada juga yang berkata yang tidak sopan sehingga bisa dijerat dengan Undang-Undang ITE. Namun pada kesempatan kali ini saya sedikit menyampaikan juga bahwasanya ada perubahan UU ITE tahun 2019 barangsiapa yang tidak secara langsung disakiti atau dirugikan itu tidak bisa melaporkan.” Tutup Imron.
Untuk bisa mendapatkan Informasi mengenai Kegiatan NGOBRAS dan kegiatan lainnya, dapat dilihat di info.literasidigital.id atau follow media sosial @siberkreasi. (*)