JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Partai koalisi atau pendukung pemerintah diprediksi akan terpecah. Hal ini terjadi bukan hanya karena perbedaan sudut pandang terkait penundaan pemilu, namun ada kecemburuan politik terhadap peranan tokoh yang terlalu dominan.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, mengatakan indikasi perpecahan partai koalisi bisa dilihat saat politisi senior PDIP berulang kali menyerang menteri dan Ketua Umum partai koalisi yang mengusulkan penundaan pemilu.
"Hal itu mengindikasikan partai koalisi sudah tidak solid. Kepentingan partai koalisi terkait penundaan pemilu tampak berbeda," kata Jamil kepada Poskota, Rabu (13/4/2022).
Setidaknya kepentingan Golkar, PKB dan PAN tidak sama dengan PDIP, Nasdem, Gerindra, dan PPP dalam hal penundaan Pemilu. Jamil menilai PDIP terlihat paling keras menyerang Golkar, PKB, dan PAN yang cenderung mengaminkan penundaan pemilu.
Namun, kata Jamil, perbedaan sudut pandang di antara partai koalisi tidak akan membuat PDIP keluar dari koalisi. Sebab PDIP merupakan partai utama yang paling berpengaruh di koalisi.
Meski begitu, partai koalisi diperkirakan tidak akan solid lagi hingga berakhirnya kekuasaan Jokowi.
"Hal itu terjadi karena PDIP tidak menghendaki Jokowi yang terlalu dekat dengan Luhut Binsar Panjaitan. Bagi PDIP, Luhut dinilai terlalu dominan dan mewarnai kebijakan Jokowi," jelas Jamil.
Ketegangan PDIP dengan Jokowi akan terus terjadi selama Luhut terlalu dominan. Menurut Jamil PDIP akan terus mendesak Jokowi untuk mereshuffle Luhut.
Namun demikian, Jamil menilai Jokowi tak akan mereshuffle Luhut. Pasalnya, Luhut sangat berarti bagi Jokowi. Tanpa Luhut, Jokowi tampaknya akan kesulitan melaksanakan roda pemerintahan.
"Jokowi juga tidak akan meninggalkan PDIP. Ia akan tetap kooperatif mengikuti kehendak PDIP tanpa meninggalkan Luhut," ujar Jamil.
Jika tak mereshuffle Luhut, Jamil mengatakan kemungkinan terburuk peran Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu akan dikurangi di depan publik. Hal itu untuk memberi kesan Jokowi seolah-olah sudah tak lagi memberi peran besar kepada Luhut. Dengan begitu, hubungan Jokowi dengan PDIP tetap terjaga baik.
"Bagi Jokowi, PDIP dan Luhut sama pentingnya. Karena itu, Jokowi akan mempertahankan keduanya hingga kekuasaannya berakhir pada Oktober 2024," kata Jamil.(*)