Oleh: Deny Zainuddin, Wartawan PosKota
AKSI penyampaian pendapat mahasiswa se-Indonesia pada demo mahasiswa 11 April 2022, dengan salah satu agenda penolakan penundaan pemilu di depan Gedung DPR ternodai dengan adanya insiden penganiayaan pegiat media sosial (medsos), Ade Armando.
Sontak, pandangan publik pun teralihkannya seketika terhadap dosen Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Terlebih, Ade Armando yang merupakan tokoh dari kalangan akademisi tersebut diperlakukan layaknya maling. Ia dipukuli hingga babak belur, bahkan ditelanjangi dengan cara dilucuti celananya oleh massa saat itu.
Dengan massa yang brutal, Ade Armando pun berhasil diselamatkan sejumlah anggota Polisi yang saat itu tengah melakukan pengaman di lokasi. Polisi yang dengan sigap pun, langsung membawa dosen ilmu komunikasi FISIP tersebut ke rumah sakit untuk mendapat perawatan.
Tak hanya itu, dengan waktu cepat dan juga ultimatum Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran dimana agar para pelaku penganiayaan segera menyerahkan diri, mereka pun dengan cepat diamankan dan dimintai pertanggung jawabannya.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskriumum) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan hasil penyidikan pelaku yang berhasil diamankan bukan berasal dari kelompok mahasiswa. Melainkan seorang wiraswasta.
Adanya insiden tersebut pun dengan cepat ‘trending’, bahkan foto hingga video-video penganiayaan Ade Armando di depan Gedung DPR berseliweran di media sosial hingga dengan mudah dikonsumsi publik.
Dengan demikian, publik pun lebih tercengang dengan kasusnya Ade ketimbang tuntutan demo para mahasiswa.
Hadirnya pria yang kerap menimbulkan kontraversi ini di tengah-tengah massa demo pun, belakangan menjadi pertanyaan publik dan sejumlah pihak.
Pasalnya, bagaimana Ade yang selama ini kerap disebut-sebut menjadi ‘antek’ pemerintah tetiba nekat berada di lokasi hingga menimbulkan amuk massa.
Mungkin juga, Ade Armando tak akan sekonyol itu bilamana ia memahami apa yang telah banyak diperbuatnya saat ini atau istilah lainnya mampu mengenali diri sendiri. Terlebih, demo mahasiswa 11 April 2022 kemarin tersebut dugaan ada disusupi orang-orang yang ingin menggagalkan tuntutan.
Sejatinya, Ade Armando yang menurupakan dosen di Ilmu Komunikasi tersebut mampu menangkap hal tersebut. Akan tetapi sebaliknya,
Ia seolah lugu sengaja masuk berada di antara kerumuman massa, dalam hal ini mahasiswa yang tengah menyuarakan aspira rakyat terhadap pemerintah.
Atau kah Ade Armando sebagai korban yang masuk dalam sebuah agenda setting yang memang telah direncanakan pihak tertentu atau kelompok untuk mengalihkan isu atau tuntutan demo mahasiswa.
Sehingga, yang tertangkap publik pun bukan lagi soal tuntutan demo, melaikan insiden penganiayaan dengan korban Ade Armando ini.
Kini disadari atau tidak, terbukti bahwa publik lebih ramai membicarakan insiden penganiayaan Ade Armando ketimbang apa yang menjadi tuntutan demo mahasiswa kemarin. Dan semoga, tidak ada lagi insiden Ade Armando lainnya pada aksi-aksi selanjutnya yang bakal digelar mahasiswa. (*)