Sastra Jendra 

Sabtu 12 Mar 2022, 08:06 WIB

Oleh: Hasto Kristiyanto

ALKISAH dalam cerita Ramayana tampil kisah yang begitu menarik. Dalam awal cerita, Begawan Wisrawa ditampilkan sebagai sosok yang sudah kenyang asam garam dunia; sosok yang telah teruji dan memiliki daya spiritualitas yang begitu tinggi. Ia juga sosok yang begitu bijak, dan mampu menjadi pengayom. Nasehatnya memancarkan energi kebenaran dan menjadi pegangan spiritual bagi para pengikutnya.

Dari pancaran budi pekertinya, tercipta harapan agar setiap mahkluk berbahagia. Dari dalam diri Begawan Wisrawa mengalir suatu aura kerendahan hati, kepenuhan cinta kasih, dan kekuatan kebenaran. Digambarkan dalam cerita wayang, bagaimana kehadiran Begawan Wisrawa selalu menggerakkan alam sekitarnya untuk menampilkan cahaya terang sebagai cermin kekuatan Sang Begawan. 

Namun dalam seluruh keistimewaannya itu, Begawan Wisrawa tetaplah seorang manusia biasa, yang seringkali tidak berdaya memenuhi keinginan anaknya. Hal inilah yang terjadi. Demi mendambakan Sang Putri cantik jelita, Prabu Danaraja meminta ayahnya yang begitu sakti untuk melamarkan Dewi Sukesi. Dewi rupawan ini rupanya begitu menyiksa Danaraja dalam harapan kebahagiaan penuh imajinasi cinta kasih dengan Sang Dewi. 

Tidak tega atas harapan anaknya, Begawan Wisrawa luruh hatinya. Bergeraklah ia dengan keyakinan yang begitu teguh demi kebahagiaan ananda. Ia penuhi seluruh persyaratan sayembara yang ditetapkan Dewi Sukesi. Berbagai ujian dijalani, hingga dalam puncak ujian, Sang Dewi meminta kepada Begawan Wisrawa untuk menjabarkan apa yang dimaksud dengan Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Kesemuanya demi rasa cintanya pada anaknya, Danareja. 

Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah ilmu yang mengungkapkan rahasia alam semesta. Ilmu ini mengungkap seluruh hakekat tentang kehidupan, keselamatan, dan segala hal yang menunjukkan konsepsi Manunggaling Kawulo Gusti (kesatupaduan dalam kesempurnaan relasi antara Tuhan dengan ciptaanNya). Pendeknya, Sastra Jendra merupakan ilmu tentang Tuhan dan hanya boleh dimiliki oleh Sang Maha Tahu karena di dalamnya mengandung keseluruhan misteri alam semesta yang begitu agung.

Hanya para Dewalah yang memiliki mandat atas ilmu yang begitu sakral tersebut. Dalam proses itulah, Begawan Wisrawa melupakan bahwa dirinya hanyalah ciptaan. Kebijaksanannya seakan hanya menjadi tabir tipis dan begitu mudah dikalahkan oleh ambisi; oleh ke-aku-annya agar bisa memenuhi hasrat anaknya. Maka yang terjadi adalah kekacauan. Begawan Wisrawa gagal di dalam mengungkapkan rahasia Sastra Jendra. 

Kegelapan budi melahirkan Rahwana. Ia adalah simbol segala bentuk nafsu angkara murka, ketamakan, kehausan akan kuasa, dan berbagai kehendak yang menyebabkan alam semesta berada dalam keadaan goro-goro, penuh bencana dan kekacauan. Keangkuhan dalam kekuasaan merubah karakter Begawan Wisrawa dan lantas menyamakan dirinya dengan para dewa.

Lupalah Ia pada sangkan paran, pada asal-usul ciptaan. Ia juga lupa diri bahwa kesejatian ilmu itu untuk amal kemanusiaan. Kegagalan mengungkap rahasia Sastra Jendra merubah kedamaian menjadi krisis berkepanjangan yang berujung pada kegelapan.

Wayang dalam seluruh kisahnya bagaikan ritual kehidupan. Ia menampilkan pertarungan abadi antara baik dan buruk. Wayang selalu menampilkan kisah kepahlawanan tentang perjuangan para satria di dalam membela kebenaran. Wayang juga menjadi potret keseharian tentang pertarungan elit kekuasaan. Di dalam wayang, tampil begitu banyak kontradiksi perilaku kekuasaan.

Kehadiran Sengkuni misalnya, menggambarkan sisi gelap kekuasaan pada wataknya yang licik, menghasut, dan menghalalkan segala cara demi kekuasaan itu sendiri. Namun wayang juga menampilkan harapan bahwa di dalam pertarungan kehidupan, antara kebenaran dan angkara murka, pada akhirmya kebenaranlah yang akan menang, Satyam Eva Jayate. 

News Update