JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Bongkaran Tanah Abang, Jakarta Pusat, identik dengan prostitusi kelas teri. Dulu, lokasi ini jadi syurga bagi para pria hidung belang. Tempat memadu cinta dan menyalurkan syahwat bagi pria berkantong pas-pasan. Kendati saat ini Bongkaran hanya tinggal nama, namun ceritanya tetap menarik untuk disimak.
Seorang warga bernama Herman (36), mengisahkan bahwa sejak kecil dirinya sudah diwanti-wanti oleh orang tuanya agak tak mendekati kawasan pinggir rel tersebut.
Orang menyebutnya sebagai kawasan Bongkaran. Di lokasi tersebut, banyak wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menjajakan tubuhnya kepada setiap pria yang melintas.
“Dari saya kecil, saya dilarang sama orang tua, jangan pernah main ke dekat pinggir rel itu. Kata orang tua saya dulu, itu tempat nggak bener, tempat maksiat. Jangan main ke sana!,” katanya saat ditemui Poskota.co.id di lokasi bekas lokalisasi prostitusi Bongkaran, Senin (28/2/2022).
Selain jadi tempat memadu cinta para PSK, Bongkaran juga dikenal sebagai tempat berkumpulnya para preman jalanan.
“Sebetulnya, sebelum orang tua ngelarang saya main, sejujurnya saya juga takut buat ke situ. Soalnya pernah dulu kita main bola, terus bolanya masuk ke situ. Dari kita gak ada yang berani ngambil itu bola, karena takut diapa-apain sama orang di situ,” ujar dia.
Ketika remaja, Herman mengaku pernah main di kawasan Bongkaran. Kala itu, ia melihat dari dekat seperti apa suasana Bongkaran yang cukup dikenal itu.
“Waktu udah lulus STM, saya pernah ke situ. Main ke rumah teman. Kita lihat di dalam itu isinya ada kayak warung remang-remang. Terus yang pasti, banyak PSK di situ ya. Ada juga rumah-rumah gubuk dari tripleks gitu. Nah, gubuk itu tempatnya PSK dieksekusi sama yang sewa dia,” sambungnya.
Menurut Herman nama Bongkaran sendiri diperoleh dari gubuk-gubuk yang pada saat itu sering dibongkar-pasang. Apabila ada razia, gubuknya dibongkar. Setelah itu dipasang lagi.
“Setahu saya, nama Bongkaran itu diambil dari gubuk-gubuk itu yang bisa dibongkar-pasang. Kan kalau misalnya ada razia, gubuknya dibongkar gitu. Terus nanti kalau sudah aman, dipasang lagi. Gubukgubuk itu adanya di pinggir rel,” terangnya.
Masih cerita Herman, para PSK yang ‘jualan’ di Bongkaran merupakan warga pendatang. Begitu juga para muncikari dan para preman yang menguasai lahan remang-remang tersebut.
“Mereka bukan orang asli sini. Mereka pendatang. Tapi berkelompok gitu. Malu lah kalau orang sini kerja begituan,” tukasnya.
Warga lain bernama Didit menyebut, saat ini Bongkaran sudah jauh lebih baik. Semenjak digusur pada tahun 2014 lalu, saat ini Bongkaran mulai berbenah.
“Kalau dulu mah orang lewat depan sini aja segen banget. ‘Macan’ semua soalnya yang ada di dalam,” tuturnya.
Didit mengaku, pernah menjadi ‘petugas keamanan’ di lokalisasi Bongkaran. “Ada lah dua tahun saya kerja jadi keamanan di situ, mulai tahun 2008-2010. Karena desakan orang rumah, dan saya pikir uang hasilnya kayak gak berkah gitu, akhirnya saya tinggalin tuh kerjaan,” kata pria yang kini kerja jadi tukang bangunan ini.
Sembilan tahun berselang, Didit ingin ‘menebus dosa’. Ia kembali mencari rezeki di Bongkaran. Namun kali ini, bukan sebagai ‘keamanan’ tempat prostitusi kelas teri itu.
“2019 itu saya dengar di Bongkaran mau dibangun mesjid. Dari situ saya kayak ada niat mau nebus dosa. Saya ingin balik ke Bongkaran buat ikut kerja bangun mesjid. Alhamdulilah, sampai sekarang saya kerja bantu-bantu di sini buat urusi Masjid Sultan Soenaro ini,” imbuhnya.
Lihat juga video “Mayat Pasutri Ditemukan Tewas Berlumuran Darah di Sumur Rumahnya”. (youtube/poskota tv)
Dengan adanya masjid yang dibangun di area Bongkaran, tempat remang-remang itu perlahan menjadi terang. Kini, tak ada lagi PSK yang berani menginjakkan kaki di Bongkaran.
“Sekarang sudah ada masjid, jadi enak lah. Banyak sopir atau orang yang belanja di Tanah Abang suka salat di sini. Kalau hari Jumat, juga banyak yang pada Jumatan di sini. Meski bangunan masjidnya belum rampung sepenuhnya, tapi insyaallah bakal ramai orang ibadah di sini,” pungkasnya. (cr10/mif)