ADVERTISEMENT

Pupus Sudah Perjuangan untuk Presidential Threshold 0 Persen, Sebab MK Tolak Gugatan Sehingga PT Tetap 20 Persen 

Kamis, 24 Februari 2022 16:14 WIB

Share
 Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakpus. (ist)
 Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakpus. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID -  Pupus sudah perjuangan pihak-pihak yang menginginkan presidential threshold (PT) 0 persen, dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan hasilnya sudah diumumkan.

Hasilnya, MK menolak gugatan PT 20 persen menjadi 0 persen, itu. Sehingga PT tetap 20 persen.

Dalam putusan MK itu diambil setelah suara mayoritas hakim Mahkamah Konstitusi (MK) setuju ambang batas presidential threshold (PT)  tetap 20 persen, sehingga  PT  untuk Pilpres 2024 masih berlaku.

Meski, ada hakim kostitusi yakni Saldi Isra dan Suhartoyo, menilai sudah saatnya menghapus presidential threshold 20 persen. 

 

"Sulit diterima penalaran yang wajar apabila Mahkamah justru membiarkan adanya kebijakan pembelokan norma konstitusi dengan dalil open legal policy pembentuk undang-undang," kata Suhartoyo dalam sidang terbuka yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (23/2/2022).

Menurut Saldi Isra dan Suhartoyo, dengan pemilu serentak, rezim ambang batas menggunakan hasil pemilu anggota DPR menjadi kehilangan relevansinya dan mempertahankannya berarti bertahan memelihara sesuatu yang inkonstitusional. 

Apabila, lanjutnya,  diletakkan dalam desain sistem pemerintahan, mempergunakan hasil pemilu anggota legislatif sebagai persyaratan dalam mengisi posisi eksekutif tertinggi (chief executive atau Presiden) jelas merusak logika sistem pemerintahan presidensial.

"Dalam sistem presidensial, melalui pemilu langsung, mandat rakyat diberikan secara terpisah masing-masing kepada pemegang kekuasaan legislatif dan kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Karena sama-sama berasal dari pemilihan langsung, mandat yang diberikan kepada pemegang kekuasaan legislatif belum tentu sama, bahkan sejumlah fakta empirik membuktikan acapkali berbeda, dengan mandat yang diberikan kepada pemegang kekuasaan eksekutif," tutur Suhartoyo-Saldi Isra.

 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT