"Dia menyerahkan kitab itu ke saya, atas wasilah dari mimpi. Padahal sudah berulang kali saya katakan saya bukan keturunan Sultan, tapi mereka tetap memberikan kitab itu dan saya simpan," katanya.
Diakui Abah Entus, selain diamanahi kitab itu, dirinya juga banyak dititipkan benda-benda pusaka milik para ulama yang dikuburkan di sekitar sini. benda pusaka itu ada yang berbentuk pedang, tongkat, tombak, keris dan berbagai macam lainnya.
"Ini merupakan beban berat bagi saya, karena saya dipercaya untuk menyimpan sejumlah pusaka peninggalan sekitar 400 tahun silam. Namun karena sudah dipercaya, akhirnya saya benar-benar rawat dan pelihara dengan baik," ucapnya.
Selain itu, dirinya dan juga para peziarah lainnya dari pihak keluarga, sering menemukan batu mengkilap di sekitar Lawang Abang ini. Batu itu cukup unik karena melambangkan lafazd keagungan.
"Itu juga masih saya simpan, termasuk yang ditemukan dari pihak keluarga, semuanya di simpan di sini," tambahnya.
Di tempat sakral ini juga setiap malam Rabu selalu dilakukan dzikir bersama yang dipimpin oleh Syeh Kiayi Matlubi dan Kiayi Jamal.
Sedangkan kalau Jumat sore biasanya baca delail.
Lalu sebulan sekali pengajian kitab Insan Kamil di Masjid Kesultanan bersama Ketua Ulama Dunia dan Imam Besar Masjidil Aqso, Palestina.
"Biasanya kalau malam Rabu itu penuh, karena dari mana-mana pada datang," katanya.
Meskipun banyak tamu yang silih berganti datang dan pergi, Abah Entus tidak ingin tempat yang ia kelola ini bermuara kepada materi, mengingat apa yang sudah ia lakukan sejauh ini juga tidak pernah memperhitungkan materi.
Sehingga ketika banyak puluhan ulama yang datang ke sini, mereka bingung karena di tempat ini tidak ada kotak amal yang kerap ditemukan di tempat-tempat sakral lainnya.
"Masalah rizki mah sudah ada jalannya sendiri, biar Allah yang ngatur itu mah. Makanya kalau ada kotak amal di sini, pasti saya buang itu," pungkasnya.